Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Kegiatan dakwah ke kampung mualaf dilakukan rutin setiap hari besar dan mengikuti agenda AFKN pusat.
Kapal dakwah ini dapat memuat sebanyak 30-40 orang sebagai tempat untuk berdakwah. “Kami bercita-cita ingin berdakwah di dalam laut sambil diving sehingga ikan-ikan di lautan pun dapat ikut mendengarkan tausiyah para dai di Nuu Waar,” kata Maryam.
Tantangan dakwah di Pulau Papua juga tak mudah. Tak jarang, ancaman tombak dan panah hadir setiap saat. Pengalaman itu pernah dirasakan Ketua AFKN Ustaz Fadzlan Rabbani al-Garamatan. Pria kelahiran 41 tahun silam ini pernah dipanah di lengan kanannya hingga patah.
Alhasil tangannya pun saat ini bengkok. Peristiwa itu terjadi tahun 1994 di wilayah Mapenduma dan Timika. Ketika itu ia bersama delapan orang dai sedang mencari kampung untuk dibina. “Dai harus mampu bertahan ketika difitnah, diserang, dipanah, dan ditombak,” ujar Fadzlan.
Semangat Ustaz Fadzlan berdakwah di Nuu Waar tak lepas dari sepak terjang kakeknya. Kini Ustaz Fadzlan bersama AFKN terus memotivasi warga untuk mengenal indahnya Islam. Awal mula dakwahnya dimulai di pedalaman lembah Waliem, Wamena.
Setelahnya, kepala suku dan masyarakat suku Asmat berbondong-bondong masuk Islam. Biasanya ketika kepala suku memercayai satu keyakinan, masyarakat suku tersebut biasanya langsung mengikuti.
Ustaz Fadzlan mulai memperkenalkan Islam kepada kepala suku di sana dengan konsep kebersihan sebagian dari iman. “Kami ceritakan mandi dengan air dan sabun itu membuat badan bersih dan segar, ketua suku Asmat di sana pun membuktikannya,” ujarnya.
Selain itu, pendekatan kesejahteraan juga menjadi hal penting. Berdakwah di Nuu Waar harus melihat kebutuhan penduduk.