REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sekelompok militan menembaki sebuah masjid di Baquba, provinsi Diyala, sekitar 120 kilometer dari Baghdad saat shalat Jumat sedang berlangsung. Seorang petugas di kamar mayat mengatakan 68 orang tewas.
Serangan di masjid adalah hal yang sensitif. Di masa lalu, serangan atas masjid menyulut serangan balas dendam. Dua politisi Sunni terkemuka Wakil Perdana Menteri Saleh al-Mutlaq dan Juru Bicara Perlemen Salim al-Jibouri lantas menunda partisipasi dalam pembicaraan pembentukan pemerintah baru dengan sekutu Syiah mereka.
Anggota parlemen Nahida al-Dayani yang berasal dari Diyala mengatakan saat itu sekitar 150 jamaah sedang menunaikan shalat Jumat di Masjid Imam Wais. Aksi penembakan itu juga diikuti dengan ledakan bom di pinggir jalan.
"Militan itu memasuki dan menembaki jamaah. Sebagian besar masjid tidak memiliki keamanan. Beberapa korban merupakan satu keluarga. Sejumlah perempuan yang ingin mengetahui kondisi keluarganya juga terbunuh," kata al-Dayani, Jumat (22/8).
Seorang mayor militer yang tidak ingin namanya dipublikasikan mengatakan pelaku penembakan tiba dengan dua truk pick-up setela dua bom meledak di rumah seorang petinggi militer Syiah dan menewaskan tiga orang. seorang pemimpin adat Sunni Salman al-Jibouri mengatakan komunitasnya siap untuk membalas dendam.
Insiden berdarah tersebut merupakan kemunduran bagi Perdana Menteri Haider al-Abadi yang mencari dukungan dari Sunni dan Kurdi untuk melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
ISIS telah menguasai banyak wilayah di Irak dan Suriah dalam beberapa bulan. Sejak 8 Agustus, AS memberi dukungan bagi pasukan Irak dan Kurdi dengan menyerang ISIS dari udara.
Dilansir dari BBC, Jumat, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan ISIS merupakan ancaman dekat bagi AS.
"Mereka mengawinkan ideologi, strategi canggih dan kecakapan taktis militer. Mereka jelas dibiayai dengan baik. Ini melebihi apapun yang pernah kami ketahui," ujar dia.
Kepala Staf Gabungan AS Jenderal martin Dempsey mengatakan ISIS adalah organisasi yang mempunyai visi strategis untuk menghancurkan yang pada akhirnya harus dihancurkan. Dia juga mengatakan ISIS tidak bisa dikalahkan tanpa menggempur markas mereka di Suriah.
Inggris menyatakan tidak akan bekerja sama dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mengalahkan ISIS, meski banyak saran yang mengatakan seharusnya Inggris melakukannya. Pernyataan tersebut disampaikan setelah ISIS mengeksekusi jurnalis AS James Foley.
Badan keamanan Inggris sedang mengidentifikasi seorang anggota kelompok radikal ISIS yang memenggal kepala Foley dalam video. Menurut laporan yang belum dikonfirmasi, pria beraksen Inggris tersebut berasal dari London.
Dalam video itu, dia mengancam akan membunuh warga AS lain jika AS tidak menghentikan serangan udara terhadap kelompok itu.