Ahad 10 Feb 2019 13:58 WIB

Faktor-Faktor Jokowi Kini Tampil Ofensif Menurut Pengamat

Jokowi yang dulunya kalem, sekarang ofensif dalam berkampanye.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kanan) mengikuti kelas kopi dalam Festival Terampil di Jakarta, Sabtu (9/2/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kanan) mengikuti kelas kopi dalam Festival Terampil di Jakarta, Sabtu (9/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyampaikan bahwa calon presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memulai strategi ofensifnya. Menurutnya ada beberapa faktor Jokowi memulai strategi ofensifnya, di antaranya sebagai respons dari kampanye yang ditunjukkan lawannya.

Jokowi juga dinilai khawatir dengan pertumbuhan elektabilitas Prabowo Subianto berpotensi menyalip elektabilitasnya. "Pak Jokowi barangkali mulai lelah juga dengan propoganda ofensif sang penantang terkait antek asing,  impor, utang dan tenaga kerja asing dan seterusnya," ungkap Pangi dalam pesan singkatnya kepada Republika, Ahad (10/2).

Sehingga, kata Pangi, dalam pidatonya yang cukup berapi-api, terjadi sesuatu yang tak biasa. Jokowi yang dulunya kalem "rapopo, nggak mikir" sekarang ofensif. Bahkan dia menyerang balik terhadap sang penantang soal antek asing yang dialamatkan atau dituduhkan ke dirinya selama ini.

Jokowi juga kembali mempertegas bahwa dirinya bukan antek asing. Di antaranya terbukti dia melakukan nasionalisasi aset negara seperti Blok Mahakam, Rokan, Freeport dan banyak lagi yang masih diperdebatkan kedua paslon. Jokowi juga mengatakan selama empat tahun lamanya menahan diri dan tidak menyerang dan sekarang tuduhan antek asing nampaknya di-counter habis-habisan.

"Incumbent memakai strategi ofensif, barangkali ini bagian dari strategi Jokowi dengan menyerang balik, agar tuduhan, serangan dan narasi negatif yang di alamatkan ke Jokowi mulai sedikit mereda, hasilnya Prabowo tidak terlalu sering melancarkan serangan ofensif dengan pendekatan 'game theory' propoganda politik ke kubu petahana," jelasnya

Disamping itu, Pangi menilai, pejawat bisa saja ingin melihat seberapa kuat daya tahan atau kemampuan bertahan sang penantang dari serangan balik yang dilancarkan secara ofensif olehnya. Oleh karena itu, kalau difokuskan lebih dekat, sepertinya ada kecemasan pejawat nampaknya dalam pendekatan post truth, opini yang terus berulang-ulang bisa menjadi fakta sebuah pembenaran.

Kemudian, ketika elektabilitas itu mulai kompetitif, pejawat mulai sedikit panik dan terancam dengan politik propoganda ala Rusia dari penantang. Maka, membela diri dan sekaligus melakukan strategi ofensif terhadap sang penantang dianggap sebagai pilihan yang sudah tepat.

"Sekali lagi, lalu yang antek asing itu siapa? Nyinyir dan saling tuding antek asing, sama-sama nggak ngaku, sama sama nggak punya data dan bukti kuat, sehingga yang ada sampah, namun nggak kecium baunya," jelasnya.

Pangi menyarankan, agar Jokowi kembali ke trek awal substansi kampanye dengan narasi dan literasi yang bernas, kembali bahas janji kerja, visi misi, harapan baru. Sederhana, bagi seorang pejawat fokus saja memainkan peran, bagaimana satu persatu memenuhi atau menjawab janji kampanye tempo dulu.

"Apa yang diinginkan rakyat satu demi terjawab, menjelaskan semua kerja keras, monumen prasasti keberhasilan  pemerintah selama ini, agar masyarakat terpuaskan dengan kinerja pejawat," tutur Pangi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement