REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Tidak mudah bagi Muslim di Korea untuk beradaptasi. Gaya hidup di Korea
sangat berbeda dengan kebiasaan Muslim biasanya.
Presiden Asosiasi Islam dari Hankook Universitay of Foreign Studies (HUFS), Yu Hyun Il (22) mengatakan hal yang paling sulit ditemukan yaitu makanan halal. Di restoran, menu makanan sangat terbatas bahan yang digunakan. Ia
hanya makan ikan dan sayuran.
Selain makanan, baginya larangan minum alkohol dirasa memberatkan dirinya. Ia kerap kali ditinggalkan
teman-temannya saat minum. Temannya menyebutnya aneh karena tidak minum.
Serorang pengusaha muslim mengaku sesekali ia minum satu atau dua gelas karena alasan bisnis.“Anda tidak pernah bisa berbisnis di sini tanpa mium,” kata pengusaha yang usianya 51 tahun.
Shalat lima kali sehari dianggap aneh bagi mayoritas warga Korea. Namun, yang menjadi kekhawatiran, adanya prasangka terhadap agama. Setelah serangan teroris tahun 2001, banyak orang mengira, Islam agama teroris.
“Kami bukan teroris, tapi cinta damai. Kami hanya seperti gadis sebelah,” kata Bae yang tidak lagi menjadi Kristiani.
Hasna Bae, salah seorang mualaf, mengaku pertama kali bertemu Muslim ketika dia pergi untuk belajar bahasa
Inggris di Amerika Serikat. Bae memutuskan untuk menjadi Muslim meski keluarga dan teman-teman menentangnya.
Banyak orang yang menceritakan padanya Islam itu berbahaya. Islam melakukan aksi terror dan kekerasan. Namun ia menyangkal. Ia mengatakan, agama apapun melarang kekerasan dan tindak terorisme.
Terkadang Bae mengambil gambar dri dalam kereta bawah tanah saat melihat wanita memakai jilbab dan pergi ke masjid mendapat perlakuan yang tidak wajar.