REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo diimbau mengembangkan kurikulum kebhinekaan. Kurikulum ini memberikan pemahaman bangsa ini penuh keragaman, namun tetap bersatu membela dan memperjuangkan tanah air.
"Selama ini Bhinneka Tunggal Ika hanya terkesan jargon," jelas Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof. Abdul Munir Mulkhan, saat dihubungi, (Kamis, 28/8).
Dia menyatakan Bhineka Tunggal Ika haruslah mewarnai tatanan sosial, ekonomi, keagamaan, dan politik Indonesia. Jangan sampai ini hanya slogan yang banyak dibicarakan, namun tidak dijiwai dalam perilaku kehidupan.
Karena itu, penulis buku Revolusi Kesadaran ini mendukung komitmen Jokowi-JK akan memperjuangkan pembentukan kurikulum yang menjaga keseimbangan aspek muatan lokal (daerah) dan apek nasional dalam rangka membangun pemahaman yang hakiki terhadap ke-bhineka-an yang Tunggal Ika.
Apalagi, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih itu juga bertekad tidak akan memberlakukan lagi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional-termasuk di dalamnya Ujian Akhir Nasional.
Menurut Prof. Munir Mulkhan, praktik pendidikan yang menggunakan model penyeragaman atau monokultur dengan mengabaikan keunikan dan pluralitas seperti yang selama ini dijalankan, memasung pertumbuhan pribadi kritis dan kreatif setiap anak didik.
Celakanya, kelak anak didik tersebut hanya memiliki jalan tunggal menjalani hidup kebangsaan hingga gagal mengatasi problem kehidupan yang kompleks dan terus berkembang.
"Dimana persoalan sederhana mudah berkembang lebih kompleks akibat ditangani tidak proporsional," tegas tokoh Muhammadiyah, yang juga penulis buku Marhaenis-Muhammadiyah ini.
Karena itu dia mendorong pendidikan mulkultural harus digalakkan.