REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pembongkaran dan pemindahan makam Nabi Muhammad SAW dapat dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap agama Islam sehingga layak untuk ditentang.
"Jika dilihat secara 'nash' atau keterangan dari AlQuran dan hadits, memang tidak ada larangan pemindahan makam Nabi Muhammad SAW," kata Dr Ansari Yamamah, kata pengamat sosial politik dari Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Dr Ansari Yamamah. di Medan, Kamis (4/9).
Namun jika dilihat dari sudut teologis, yakni kesucian dan kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW, pemindahan itu dapat dianggap sebagai penghinaan. Sebagai manusia yang sangat mulia di sisi Allah SWT, sangat wajar jika makam Nabi Muhammad SAW ditempatkan di Masjid Nabawi yang merupakan salah satu tempat paling suci dalam keyakinan umat Islam.
"(Masjid Nabawi) itu salah satu tempat paling suci. Lalu, dimana lagi tempat suci yang layak dijadikan tempat makam nabi," katanya.
Secara logika, kata dia, pemindahan tersebut juga tidak dapat diterima karena akan menimbulkan asumsi jika Nabi Muhammad SAW tidak layak dimakamkan di Masjid Nabawi. Biasanya, pemindahan makam tersebut dilakukan dari lokasi yang kurang layak ke tempat lain yang dianggap lebih bagus sebagai bentuk penghormatan terhadap jenazah yang dipindahkan.
Jika Masjid Nabawi yang dianggap sebagai salah satu tempat paling suci dalam Islam tidak tepat, maka tidak ada lokasi lain yang dinilai patut untuk menjadi lokasi makam Nabi Muhammad SAW. "Dimana lagi lokasi yang lebih layak (lokasi makam nabi) selain Masjid Nabawi," katanya