Kamis 04 Sep 2014 17:38 WIB

Penjualan BBM Ilegal Libatkan Kapal Asing

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Petugas memeriksa pipa saluran BBM sebelum pengisian ke tangki kapal nelayan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB) Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa (5/8). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas memeriksa pipa saluran BBM sebelum pengisian ke tangki kapal nelayan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB) Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa (5/8). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita sering mendengar mafia migas, namun bagaimana dengan di laut. Ternyata, menurut Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), sektor kelautan dan perikanan pun ada mafianya.

Ketua HNSI, Yussuf Solichien, membenarkan kalau ternyata ada mafia di sektor kelautan. Mafia tersebut menjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di tengah laut dengan harga nonsubsidi. Oknum tersebut, yang kadang mengaku nelayan, membeli solar bersubsidi di darat.

Bahkan, penjualan ilegal itu bisa melibatkan kapal-kapal asing. Karena itu, perlu ada pengawasan yang ketat terkait distribusi BBM bersubsidi ini.

Jika tidak, nelayan tetap tidak bisa menikmati subsidi tersebut secara maksimal. Karena, solar bersubsidinya sebagian telah habis oleh kegiatan transhipment.

Penjualan BBM bersubsidi secara ilegal ini, memang menggiurkan. Karena, ada disparitas harga yang cukup besar. Harga solar bersubsidi Rp 6.500 per liter.

Sedangkan, solar nonsubsidi mencapai Rp 11 ribu per liter. Bahkan, kalau dijual di tengah laut harganya bisa melebihi dari harga normal.

Terkait tudingan bahwa nelayan yang melakukan, ia berharap tak menyalahkan. Karena pada dasarnya yang melakukan itu oknum.

Kalau nelayan yang benar, mereka tidak akan menjual Solar bersubsidi di tengah laut. Sebab, mereka bisa memanfaatkan bahan bakar minyak itu untuk menambah jangkauan tangkapan sehingga keuntungan bisa optimal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement