Senin 08 Sep 2014 16:47 WIB
Pilkada Lewat DPRD

Ini Masukan Penggiat Pemilu untuk RUU Pilkada

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Refly Harun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Constitutional & Electoral Reform Centre (Correct) Refly Harun mengatakan, banyak hal yang bisa diupayakan untuk menciptakan pilkada langsung yang lebih efisien. 

Soal anggaran, pilkada serentak disebut bisa menekan pembiayaan. Aspek penyelenggaraan yang selama ini menjadi pos pengeluaran terbesar pun bisa ditekan.

Pengetatan ongkos pilkada juga bisa dilakukan dengan pengaturan ulang mekanisme pencalonan. Sektor ini yang sangat kental dengan politik transaksional melalui mahar politik.

"Sehingga tak rasional, tak masuk akal kalau menggeser pilkada langsung ke pilkada di DPR," kata Refly di Jakarta, Senin (8/9).

Koordinator divisi korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, RUU Pilkada harus mengatur klausul tentang politik uang. 

"Politik uang disamakan dengan delik suap. Siapa pun yang memberi dan menerima dikenakan sanksi pidana," kata Abdullah.

Ia menjelaskan, pemberlakukan delik suap tersebut harus didukung dengan penegakan hukum yang tegas dari Bawaslu dan sentra penegakan hukum terpadu.

Peneliti Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan, pilkada tidak langsung juga menutup kesempatan bagi calon perorangan. 

"Beda dengan pilkada langsung siapa saja bisa mengumpulkan dukungan bisa maju. Kalau pilkada tidak langsung mereka harus berhubungan dengan fraksi, untuk menciptakan peluang saja sudah rumit apa lagi peluang menang," kata Didik.

Dari sembilan fraksi di DPR, enam fraksi lebih mendukung pilkada lewat DPRD. Yaitu, fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PPP, dan PKS. Pilkada langsung hanya didukung PDI Perjuangan, PKB, dan Partai Hanura.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement