Sabtu 13 Sep 2014 21:30 WIB

Rasio Gaji di Indonesia Harus Diperbaiki

Gaji (Ilustrasi)
Gaji (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) Suroto mengatakan rasio gaji di Indonesia harus diperbaiki, karena semakin tidak sehat. Bahkan ada perusahaan yang menggaji pimpinan sebesar 500 kali bayaran buruh.

"Rasio gaji rata-rata buruh dengan pimpinan perusahaan sangat jauh. Rasionya bisa 100 sampai 200 kali lipat. Bahkan bisa sampai ada yang di atas 500 kali," kata Suroto, Sabtu (13/9).

Ia mencatat, konsentrasi aset nasional hingga 87 persen dikuasai oleh 0,2 persen dari jumlah penduduk di Tanah Air. Karenanya, mendorong semakin meningkatnya jumlah penduduk miskin.

Suroto meminta pemerintah segera mengatur masalah batas rasio gaji. Selain kewajiban untuk melakukan redistribusi aset melalui program reforma agraria dan reforma korporasi secara menyeluruh.

"Presiden harus segera menerbitkan keputusan presiden mengenai batas rasio gaji. Angkanya maksimal 20 kali dari gaji terendah. Kemudian pemerintah dan parlemen baru nanti juga harus segera membentuk undang-undangnya yang sekaligus mengatur persoalan kepemilikan dalam paket reforma korporasi," katanya.

Ia prihatin dengan semakin besarnya kesenjangan sosial di Tanah Air yang terindikasi dari tren gini ratio atau tingkat kesenjangan sosial ekonomi yang terus meningkat. Bahkan sejak 2013 merupakan yang paling buruk sepanjang sejarah.

"Ini harus jadi perhatian bersama. Kalau secara struktural maka akan membahayakan bagi kehidupan berbangsa dan bisa menyebabkan revolusi sosial besar-besaran," katanya.

Menurut Suroto hal itu harus jadi perhatian utama dan mendesak demi terciptanya daya saing bangsa ini dalam hadapi tantangan global menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

"Daya saing itu terkait dengan produktivitas yang juga berarti struktur gaji. Bukan semata kreativitas dan inovasi," katanya.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement