REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persaingan dan kompetisi selama pilpres belum sepenuhnya pulih. Harapan untuk melihat keduanya mesra dinilai akan sangat tergantung dari itikad keduanya.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kanal Youtube yang diunggahnya pada Ahad malam (14/9).
"Jawabannya, itu tergantung bagaimana para politisi, elit parpol kedua kubu bisa bersikap secara konstruktif," katanya.
Menurutnya, harus dilihat setelah Jokowi memimpin Indonesia pada 20 Oktober, apakah ada niatan untuk konsiliasi diantara keduanya. Ia beranggapan, kalau kedua kubu saling mengkritisi, sebenarnya tak masalah selama dalam batas dan sesuai kepatutan.
Yang dikhawatirkan adalah ketika politik menjadi sangat keras tatkala marah dan dendam terus dipendam.
"Meski saling kritis satu sama lain, ada batas dalam politik yang dimainkan. Maka, yang dikhawatirkan oleh banyak pihak itu bisa dicegah. Tapi kalau yang dianut marah dan dendam tujuh turunan, itu bisa terjadi (situasi politik yang keras)," katanya.
Presiden beranggapan, politik itu memang keras dan kompetisi menghasilkan kekalahan dan kemenangan. Tetapi, mengkritisi karena kalah jangan diartikan sebagai upaya untuk menghancurkan atau menggagalkan pemerintahan yang menang.
"Saya sendiri, punya pengalaman panjang. Ada kekuatan politik yang konsistem memusuhi saya, menyerang, dan kalau bisa menggagalkan. Apa yang saya alami, mudah-mudahan tidak dialami Jokowi," katanya.