Kamis 18 Sep 2014 08:43 WIB

Kontras-PSHK Desak Pembahasan RUU Advokat Ditunda

KONTRAS
KONTRAS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak pembahasan Rancangan Undang-Undang Advokat dapat ditunda hingga pembahasan dalam DPR RI 2014-2019.

Siaran pers bersama Kontras-PSHK yang diterima di Jakarta, Kamis, menyebutkan penundaan pembahasan RUU Advokat hingga periode DPR mendatang dinilai perlu karena terlebih dahulu harus ada proses rekonsiliasi di antara berbagai organisasi advokat yang bersitegang.

Proses tersebut, menurut kedua LSM itu, juga termasuk adanya keterbukaan atas berbagai organisasi yang ada dalam perannya bagi anggota-anggotanya, masyarakat, dan pencari keadilan, dengan bentuknya yang bisa berupa evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang independen.

Pembahasan rancangan undang-undang dinilai juga setidaknya harus mempertimbangkan tiga hal, yaitu ketersediaan waktu, pelibatan publik dan pemangku kepentingan secara optimal, serta penyelesaian terhadap masalah atau potensi masalah secara tuntas.

Sedangkan dari sisi ketersediaan waktu, Masa Sidang I DPR yang dimulai 15 Agustus hingga 30 September 2014 adalah masa sidang terakhir DPR periode 2009-2014, sehingga hanya tersisa sekitar 12 hari kerja bagi DPR periode ini.

Waktu yang tersisa dinilai sangat singkat untuk melakukan pembahasan secara optimal dan berkualitas, terutama dengan materi muatan RUU Advokat yang cukup kompleks, berkaitan dengan struktur sistem peradilan, serta membawa pengaruh yang luas terhadap pencari keadilan.

Kontras dan PSHK mengingatkan salah satu penyebab RUU Advokat belum dapat disahkan hingga hari ini adalah masih tersisanya berbagai perdebatan terhadap substansi yang akan diatur, antara lain belum berhasil dikonsolidasikan perbedaan pandangan khususnya terkait dengan pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN).

Di dalam Rancangan yang ada, DAN dipilih oleh DPR RI dan diangkat oleh Presiden. Konsep itu dinilai LSM memiliki potensi bertentangan dengan independensi advokat, terlebih-lebih banyak dari advokat yang bekerja justru pada posisi yang berseberangan dengan kebijakan DPR dan Pemerintah.

Sementara isu krusial lainnya adalah soal perubahan organisasi tunggal menjadi multi organisasi advokat, yang diperkirakan dapat berpotensi menimbulkan resistensi dari organisasi advokat tertentu.

Sebelumnya, DPR RI diisyaratkan tetap akan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat menjadi UU menggantikan UU Advokat, yakni UU Nomor 18 Tahun 2003 meski ada pihak memprotes rencana pengesahan UU baru tersebut.

"Dalam sejarah saya sebagai anggota DPR, RUU inilah yang paling lama dengar pendapatnya, paling banyak proses aspirasinya," kata Nudirman Munir, anggota Panitia Kerja (Panja) DPR RI untuk RUU Advokat dalam dialog media mengenai RUU Advokat di Press Room DPR RI, Selasa (9/9).

Nudirman Munir mengatakan, RUU Advokat sudah sekitar empat tahun digulirkan dan dalam dua tahun terakhir sudah dilaksanakan proses hearing (dengar pendapat) dan penyaringan aspirasinya.

Menurut Nudirman, persoalan RUU Advokat yang baru itu tak terletak pada urusan "single bar" (wadah tunggal) atau "multi bar" (banyak organisasi), namun lebih pada upaya memperkuat kedudukan organisasi advokat di tengah masyarakat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement