Kamis 18 Sep 2014 19:50 WIB

Pembukaan Lahan Picu Kebakaran di Kawasan Bukan Hutan

Rep: C91/ Red: Djibril Muhammad
Titik panas kebakaran hutan di Sumatra
Foto: ANTARA
Titik panas kebakaran hutan di Sumatra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menjelaskan, titik api atau hotspot menurun, namun kabut asap semakin tebal dan menyebar secara merata di seluruh wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kesehatan masyarakat pun terganggu.

Penganalisis data monitoring hotspot Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Ditjen PHKA Kemenhut Deny Haryanto, menjelaskan, kebanyakan kebakaran terjadi di lahan, dan menyebabkan asap.

"Banyak pembukaan lahan pertanian atau perkebunan, di tempat yang bukan kawasan hutan, sehingga rawan kebakaran," ujarnya, kepada Republika, Kamis (18/9).

Menurutnya, Pemerintah Daerah (Pemda) baik di provinsi atau kabupaten, harus berperan lebih aktif untuk mengatur pembukaan lahan. Berdasarkan amanat Undang-Undang (UU), pelimpahan kewenangan ada di Pemda provinsi atau kabupaten, melalui dinas kehutanan, kemudian bila sudah menjadi bencana, maka tanggung jawab Badan Nasional Penanggulanggan Bencana (BNPB).

"Kami terus menyosialisasikan mengenai efek dan kejadian pembukaan lahan, namun tetap saja, lahan merupakan tanggung jawab Pemda," jelas Deny.

Ia mengatakan, Kemenhut memang mempunyai alat dan Sumber Daya Manusia (SDM), namun hanya cukup untuk kawasan hutan. Deny menambahkan, kawasan hutan pun cuma sekitar 30 persen yang terbakar, di antaranya bahkan menjadi tanggung jawab bersama.

Lebih lanjut ia menerangkan, Kemenhut sebenarnya hanya mengawasi sekitar 4 persen di kawasan hutan konservasi, meliputi Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam. Sedangkan hutan produksi dan hutan Lindung menjadi tanggung jawab Kemenhut bersama Pemda.

Deny menegaskan, Kemenhut terus memperkuat Kordinasi dan sosialisasi untuk mengendalikan banyak kebakaran di lahan. "Kami bekerjasama dengan stakeholder yang ada, seperti gubernur, bupati, pelau usaha, dan masyarakat," katanya.

Ia menambahkan, banyak hal yang sudah Kemenhut lakukan untuk mencegahnya, meliputi sosialisasai pembukaan lahan tanpa bakar, dan membantu pemadaman.

Baginya, paling penting adalah kesadaran semua pihak termasuk masyarakat tentang bahayanya kebakaran. Deny mengungkapkan, masalah kebakaran tak sekedar masalah sepele, melainkan bisa menjadi masalah internasional. Maka, bila kesadaran belum tumbuh, kebakaran pun termasuk masalah besar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement