Kamis 18 Sep 2014 22:07 WIB

Anas Berang Pada Jaksa karena Dianggap Ingin Jadi Presiden

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Indah Wulandari
Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum memerhatikan keterangan saksi ahli saat lanjutan sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum memerhatikan keterangan saksi ahli saat lanjutan sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Dalam pembacaan nota pembelaan alias pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Anas Urbaningrum menyampaikan keheranannya atas logika yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK. Satu diantaranya, ikhwal tudingan ia ingin menjadi presiden.

Ia mempertanyakan dasar JPU KPK ketika menyatakan bahwa adanya SMS mendoakan Anas untuk menjadi presiden sebagai barang bukti. “Ini menjadi persepsi yang Jaksa bangun dengan mengandalkan isi pesan singkat milik istri saya, padahal di situ hanya berisi doa dan harapan, bukan dukungan,” ujar Anas, Kamis (18/9) malam.

Keheranan tersebut, kata dia, semakin membuatnya pusing karena harapan itu disampaikan kepada sang istri Atthiyah Laila, yang tidak terkait dalam perkaranya. Anas sempat berujar itu semua di luar kendalinya.

Lantas bila kemudian seluruh isi SMS kiriman orang lain itu disebut sebagai representasi perbuatan dan impiannya, tentu semakin menambah kejanggalan. Atas hal-hal tersebut, Anas merasa bahwa jaksa KPK tengah merangkai persepsi dengan mengumpulkan cara agar SMS tersebut menjadi barang bukti.

“Kemudian itu semua dianggap menyimpan sebuah fakta dan diangkat sebagai barang bukti,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement