REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA-- Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD bentuk pembajakan hak konstitusi rakyat, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sujito.
"Sikap mayoritas DPR yang akan mengesahkan RUU Pilkada dengan menarik pemilihan kepala daerah dalam otoritas DPRD adalah bentuk kemunduran. Niat buruk para politisi di Senayan untuk membajak terang-terangan hak konstitusional rakyat, risikonya makin elitisnya demokrasi," katanya di Yogyakarta, Jumat (19/9).
Menurut Arie, pilkada oleh DPRD akan melahirkan elitisasi prosedur demokrasi, akses rakyat dalam partisipasi kekuasan pada genggaman politikus parpol. Semestinya, katanya, partai politik mengoreksi diri, membenahi fungsi representasinya, serta makin membumikan demokrasi dengan membuka akses sebesar-besarnya pada rakyat.
"Risiko pilkada oleh DPRD begitu besar, yakni membatasi akses rakyat berpartisipasi dan mengontrol kekuasaan. Pilkada akan diwarnai transaksional kekuasaan antara politisi di parlemen dengan kandidat tanpa bisa diawasi rakyat," katanya.
Selain itu, katanya, pilkada oleh DPRD akan menyuburkan praktik korupsi. Ia juga mengatakan dampak paling fundamental pelaksanaan pilkada oleh DPRD adalah tertutupnya akses masyarakat menjadi pemimpin daerah melalui calon independen, kekuasaan makin tertutup, dan eksklusif sebagai kawasan otoritas parpol.
"Pilkada oleh DPRD melanggengkan patronase politik, demokrasi disandera oligarki parpol dan parlemen, membentuk kubu-kubu pemburu kuasa," katanya.
Untuk itu, ia mengajak kepada seluruh elemen masyarakat menyelamatkan demokrasi yang telah digerogoti oligarki parpol. "Hentikan bencana yang mengancam masa demokrasi Indonesia ini. Rakyat harus bersatu memperjuangan agar dikembalikan ke rakyat sebagai mekanisme otentik demokrasi populer penjamin napas kerakyatan," kata Arie.