Jumat 19 Sep 2014 08:50 WIB

Pengamat: Risiko Pilkada tak Langsung Sangat Besar

Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan unjuk rasa menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9). (Republika/ Wihdan).
Foto: Republika/ Wihdan
Aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada melakukan unjuk rasa menolak RUU Pilkada tidak langsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/9). (Republika/ Wihdan).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA-- Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD bentuk pembajakan hak konstitusi rakyat, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sujito.

"Sikap mayoritas DPR yang akan mengesahkan RUU Pilkada dengan menarik pemilihan kepala daerah dalam otoritas DPRD adalah bentuk kemunduran. Niat buruk para politisi di Senayan untuk membajak terang-terangan hak konstitusional rakyat, risikonya makin elitisnya demokrasi," katanya di Yogyakarta, Jumat (19/9).

Menurut Arie, pilkada oleh DPRD akan melahirkan elitisasi prosedur demokrasi, akses rakyat dalam partisipasi kekuasan pada genggaman politikus parpol. Semestinya, katanya, partai politik mengoreksi diri, membenahi fungsi representasinya, serta makin membumikan demokrasi dengan membuka akses sebesar-besarnya pada rakyat.

"Risiko pilkada oleh DPRD begitu besar, yakni membatasi akses rakyat berpartisipasi dan mengontrol kekuasaan. Pilkada akan diwarnai transaksional kekuasaan antara politisi di parlemen dengan kandidat tanpa bisa diawasi rakyat," katanya.

Selain itu, katanya, pilkada oleh DPRD akan menyuburkan praktik korupsi. Ia juga mengatakan dampak paling fundamental pelaksanaan pilkada oleh DPRD adalah tertutupnya akses masyarakat menjadi pemimpin daerah melalui calon independen, kekuasaan makin tertutup, dan eksklusif sebagai kawasan otoritas parpol.

"Pilkada oleh DPRD melanggengkan patronase politik, demokrasi disandera oligarki parpol dan parlemen, membentuk kubu-kubu pemburu kuasa," katanya.

Untuk itu, ia mengajak kepada seluruh elemen masyarakat menyelamatkan demokrasi yang telah digerogoti oligarki parpol. "Hentikan bencana yang mengancam masa demokrasi Indonesia ini. Rakyat harus bersatu memperjuangan agar dikembalikan ke rakyat sebagai mekanisme otentik demokrasi populer penjamin napas kerakyatan," kata Arie.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement