REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Salah satu alasan mencuatnya ide untuk mengubah Pilkada yang selama ini berjalan adalah anggapan bahwa Pilkada Langsung dinilai mahal dan menghambur-hamburkan anggaran negara. Hal ini disanggah oleh Direktur Lingkar Madhani Indonesia Ray Rangkuti.
"Saya pernah hitung tahun 2004, berapa biaya yang dikeluarkan warga negara untuk pilkada langsung. Ini pada Pileg 2004. Itu sekitar 13 Triliun rupiah," kata Ray Rangkuti dalam diskusi di Menteng Huis, Jum'at (19/9).
Ia menghitung, sebenarnya anggaran itu tidak terlalu besar, karena artinya per kepala hanya membayar sekitar 30 ribu rupiah. Jika ditotal, anggaran keseluruhan pilkada langsung tahun 2004 akan menjadi 70 triliun rupiah. Jumlah ini pun dirasa tidak terlalu besar karena per kepala hanya membayar sekitar 50 ribu rupiah.
Okeh karena itu, ia tidak sepakat dengan anggapan bahwa pilkada langsung menghambur-hamburkan uang. Apalagi jika dibandingkan dengan jumlah kebocoran anggaran negara, jumlah ini tidak seberapa demi tegaknya demokrasi.
Ray menyebut di sektor kelautan saja, terjadi kebocoran anggaran sebesar 100 triliun rupiah. Sementara di sektor migas terjadi kebocoran senilai 150 triliun rupiah. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibanding dengan 70-80 triliun rupiah yang dialokasikan untuk pilkada langsung.
Walaupun begitu, ray mengatakan 10 masukan untuk mengevaluasi proses pilkada langsung tetap perlu diperhatikan dan didukung. Misalnya tentang proses rekrutmen partai politik.
"Rekrut tidak melulu ddiserahkan pada partai tapi ada fit and proper test. Itu harus dikembangkan," kata Ray.