Ahad 21 Sep 2014 16:09 WIB

Pemprov DKI Butuh Kampung Siaga Bencana

Rep: C82/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Kebakaran
Foto: IST
Ilustrasi Kebakaran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, ada kecenderungan kebakaran lebih sering terjadi pada musim kemarau, khususnya di pemukiman yang padat. menurutnya hampir 70 persen kebakaran di Jakarta disebabkan oleh korsleting.

Ia menjelaskan, ketika cuaca panas, masyarakat akan menggunakan energi listrik yang lebih banyak, seperti kipas angin, Air Conditioner (AC), dispenser dan televisi.

“Sementara kabel yang digunakan itu rata-rata tidak standar. Jadi, ada kabel-kabel biasa yang digunakan untuk menyambung listrik dan itu mengakibatkan pemanasan lalu korslet,” kata Yayat kepada Republika, Minggu (21/9).

Selain karena banyaknya energi yang digunakan dan peralatan listrik yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), Yayat mengatakan, kebakaran juga disebabkan oleh kesalahan pemasangan, misalnya adanya warga yang mencuri listrik.

Pengawasan yang lemah dan jarak antar rumah yang sangat padat juga menjadi penyebab kebakaran terjadi dan meluas dengan cepat.

“Tidak ada gang-gang kebakaran di Jakarta. Di tengah pemukiman padat yang dalam satu kilometer perseginya itu bisa dihuni sampai 15-16 ribu orang, yang sempit akses masuk, kebakaran lebih banyak memakan korban,” ujarnya.

Hydrant-hydrant yang tersedia pun, lanjut Yayat, berfungsi kurang maksimal dan bahkan ada yang tidak berfungsi karena tidak dirawat. "Pipa hydrant dan pipa air bersihnya itu satu saluran. Jadi kalau pemakaiannya lagi banyak (air bersih), pasti jadi  bertekanan rendah (untuk hydrant)," jelasnya.

Keterlambatan penangan pun makin menjadi dengan terlambatnya kendaraan pemadam kebakaran. Faktor utamanya, apalagi kalau bukan kemacetan. "Api sudah kemana-mana, penangananan terlambat. Itulah mengapa luasan atau besaran makin banyak korbannya," katanya.

Ia pun mengimbau pemerintah daerah untuk rutin mengadakan pelatihan kepada masyarakat dalam menghadapi kejadian tidak terduga, seperti kebakaran dan banjir. Pemerintah, lanjutnya, bisa membentuk kampung siaga bencana.

"Jadi, pertama di sana lengkap sarana penanggulangan bencananya. Kedua, lengkap dengan early warning system-nya, seperti sirine, kentongan, ketiga lengkap papan informasinya," katanya.

Selanjutnya, kampung siaga bencana harus memiliki area evakuasi dan jalur yang mudah diakses kendaraan pemadam kebakaran. Terakhir, kata Yayat, harus selalu ada peringatan untuk berhati-hati dalam pemasangan dan penggunaan alan-alat listrik.

Yayat juga mengaku mendukung program Pemprov DKI Jakarta untuk memindahkan warga di wilayah rawan kebakaran ke rumah susun (rusun). Menurutnya, jika tidak ada pencurian listrik atau pemasangan yang tidak benar, rusun pasti aman dari korsleting listrik.

"Karena di sana ada sakelar otomatis yang kalau terjadi gangguan dia langsung down, listrik langsung mati," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement