Senin 22 Sep 2014 19:46 WIB

Pengamat: Pemerintah Harus Atur Lalu Lintas Modal Asing

Rep: Satya Festiani/ Red: Julkifli Marbun
Karyawan berkomunikasi menggunakan telepon genggam di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/8).
Foto: Prayogi/Republika
Karyawan berkomunikasi menggunakan telepon genggam di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Sentral AS, the Federal Reserve, diprediksikan akan menaikan suku bunga pada tahun depan. Kenaikan suku bunga dapat menyebabkan reposisi penanaman dana dari negara berkembang. Pengamat menilai, Pemerintah dan otoritas moneter harus membuat aturan mengenai lalu lintas modal asing.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Erani Yustika mengatakan, kenaikan suku bunga AS harus dijadikan momentum bagi Indonesia untuk melakukan pembersihan. "Modal asing yang masuk ke Indonesia di portfolio harus yang serius untuk melakukan investasi menengah dan panjang. Yang ingin bermain-main lebih baik dibuang," ujar Erani ketika dihubungi Republika, Senin (22/9).

Pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk merumuskan pengendalian lalu lintas modal. Ia mencontohkan, investor yang boleh menempatkan dananya di Indonesia hanya yang berjangka panjang, misalnya minimal satu tahun.

Alasannya, investor yang menempatkan dana jangka pendek di portfolio menyebabkan instabilitas sektor keuangan seperti pelemahan nilai tukar rupiah. "Pembatasan atau pengendalian merujuk pada keinginan untuk membuat pasar di sektor keuangan lebih stabil," ujarnya.

Erani menyebutkan bahwa Pemerintah harus segera membuat aturan tersebut. Menurutnya, instrumen tersebut paling praktis untuk menangani persoalan aliran dana keluar. Ia tidak mengusulkan adanya kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga dianggap hanya akan memfasilitasi investor yang hanya ingin mengambil keuntungan. Selain itu, kenaikan suku bunga juga menjadi beban bagi perekonomian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement