REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla jangan menyesatkan Jokowi dengan mengeluarkan pernyataan bahwa subsidi bahan bakar minyak bukan merupakan hak konstitusional rakyat, kata pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng.
"Karena pernyataan semacam itu akan menjatuhkan popularitas Jokowi di mata pendukungnya," kata Salamuddin Daeng dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa.
Ia menyarankan agar Tim Transisi fokus memberikan masukan dan usulan yang benar terkait dengan permasalahan BBM.
Tim Transisi, lanjut dia, seharusnya membuka akar masalah dari karut-marutnya ketersediaan dan harga BBM di dalam negeri ini.
"Tim Transisi tidak perlu menutup-nutupi bahwa krisis BBM nasional sesungguhnya karena penjarahan atau pencurian yang dilakukan oleh kartel internasional, sindikat bisnis, dan mafia migas dengan kekuasaan," katanya.
Ia menjelaskan penjarahan BBM berlangsung hampir di seluruh rantai suplai pengelolaan dan penyediaan BBM nasional, khususnya di sektor hulu dan hilir, sehingga ke depan pemerintahan Jokowi-JK dapat secara efektif mengatasi sumber kebocoran kekayaan nasional yang nilainya mencapai ribuan triliun.
"Bukannya malah mencabut subsidi, lantas menaikkan harga BBM. Karena kebijakan pencabutan subsidi dan kenaikan harga BBM adalah keinginan kartel internasional, dan sindikat bisnis migas dalam rangka memaksimalkan keuntungan mereka. Jadi, bagi kami pernyataan Tim Transisi itu terkesan menutup-nutupi masalah sesungguhnya," tutur Salamudin.
Ia menambahkan, karena pernyataan Tim Transisi itu, rakyat justru mencurigai karena jangan-jangan tim itu bekerja hanya untuk para cukong yang hendak mendominasi agenda dan program pemerintahan Jokowi ke depan.
"Untuk menghilangkan kecurigaan itu, Jokowi harus menertibkan tim transisinya yang tidak paham, tidak mau belajar, dan tidak tunduk pada amanat konstitusi dan cita cita Trisakti sebagaimana yang dijanjikan Jokowi dalam berbagai kampanyenya," ucap Salamudin.