REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pusat Pengembangan Otonomi Daerah Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, menilai upaya Pemkot Malang mengajukan penangguhan dan pendampingan hukum bagi Lurah Purwantoro, Suharnoto, yang diduga melakukan pemerasan terhadap warganya, aneh.
"Pemkot Malang seharusnya mendukung langkah kepolisian mengusut kasus ini sampai tuntas, bukan malah sebaliknya mengajukan penangguhan penahanan dan memberikan pendampingan hukum. Kalau kondisinya seperti ini, pasti ada sesuatu dibalik kasus pemerasan Lurah Purwantoro ini," tegas Ketua PP Otoda Universitas Brawijaya (UB) Malang, Ngesti Dwi Prasetyo, di Malang, Rabu.
Menurut Ngesti, kasus tersebut belum ada titik terang dan belum jelas karena pihak kepolisian masih mengusut kasus ini dan belum diajukan ke Kejaksaan meski sudah mengantongi barang bukti uang tunai senikai Rp7,4 juta. Selain belum ada titik terang, alasan memeras yang disampaikan Suharnoto karena kekurangan biaya operasional kelurahan, juga tidak masuk akal.
Melihat kondisi ini, tegas Ngesti, berarti ada yang tak beres di lingkungan Kelurahan Purwantoro, sebab dana operasional kelurahan sudah dianggarkan dalam APBD Kota Malang sebesar Rp250 juta per tahun, ditambah dana hibah sebesar Rp500 juta, sehingga tidak mungkin kalau kelurahan tersebut kekurangan dana operasional.
Ia mengatakan terungkapnya kasus tersebut merupakan cermin dari kegagalan reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintahan yang dinakodai Wali Kota Malang Moch Anton, sebab apabila alasan Suhartono itu benar maka lelang jabatan lurah itu gagal total.
Oleh karena itu, lanjutnya, lelang jabatan tidak menjamin kemampuan lurah dalam membuat anggaran. Dan, yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah benar kelurahan kekurangan biaya operasional atau karena ada setoran ke atasan.
Pemkot Malang mengajukan penangguhan penahanan Lurah Purwantoro, Suharnoto, yang ditahan sejak Kamis (18/9) karena tertangkap tangan menerima uang dari korban pemerasan sebesar Rp7,4 juta. Uang yang diterima lurah tersebut sebagai "fee" sebesar satu persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) atas tanah yang berlokasi di Jalan Bantaran Kota Malang yang statusnya akan dinaikkan dari hak guna bangunan (HGB) menjadi sertifikat hak milik (SHM).
Ketika menjalani pemeriksaan kepolisian, Suharnoto mengaku tidak memanfaatkan uang itu untuk kebutuhan pribadi, tapi digunakan untuk operasional kantor kelurahan.