REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Dewan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Ambon meminta pemerintah pusat maupun daerah di Maluku untuk lebih memperhatikan hak para petani sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Permintaan itu disampaikan puluhan aktivis GMNI tersebut saat melakukan orasi di depan pintu pagar kantor Gubernur Maluku di Ambon, Rabu, berkaitan dengan peringatan Hari Tani Nasional 24 September.
Ketua DPC GMNI Ambon, Remon Amtu, menyoroti semakin sempitnya lahan pertanian yang menunjukkan kurang seriusnya pemerintah melaksanakan UU No.5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Apalagi pemerintah terkesan membuka kran impor beberapa komoditas pangan yang sebenarnya tidak boleh terjadi di Indonesia sebagai negara agraris maupun maritim.
Dia merujuk catatan BPS soal impor pangan pada periode Januari - Oktober 2013 yang mencapai 15,4 juta ton dengan menelan biaya 7,73 miliar dolar AS untuk singkong, kopi, cabai, bawang, tepung terigu, garam, kedelai dan beras.
"Kondisi ini diperparah lagi dengan kebijakan di sektor pertanian dengan diterbitkannya Perpres No.39 tahun 2014 soal pelibatan modal asing yang menggiring 60 persen petani di Indonesia terglong gurem," kata Remon.
Karena itu, DPC GMNI Ambon mendesak Presiden dan Wapres terpilih, Joko Widodo - Jusuf Kalla agar melaksanakan UU No.5 tahun 1960 secara tegas dan menjamin redistribusi tanah untuk pertanian.
Jokowi - JK juga diharapkan menyelesaikan kasus konflik agraria karena praktek perampasan tanah dan membatalkan semua program liberalisasi yang sudah disepakati maupun akan disahkan.
Sedangkan Pemprov Maluku didesak menghentikan aktivitas penambangan emas di pulau Buru dan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), membatalkan rencana pengembangan kelapa sawit di Seram Bagian Barat (SBB), Seram Bagian Timur (SBT) serta perkebunan tebu di Kepulauan Aru.