REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Untuk menyelesaikan berbagai masalah di Palestina, khususnya yang berhubungan dengan Israel, Pelapor Khusus PBB, Makarim Wibisono, ternyata pernah merencanakan akan mengusulkan pembentukan komisi pencari fakta.
"Dalam hasil diskusi saya dengan Pak Dubes Nurfaizi Suwandi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan Indonesia pada masa mendatang untuk membuka mata dunia, misalnya mendorong dibentuknya Komisi Pencari Fakta Internasional di Palestina yang hasilnya akan berdampak luas berupa reaksi global untuk menekan Israel," katanya kepada Antara di Wisma Duta KBRI Kairo, Kamis.
Hal itu diungkapkannya menjawab pertanyaan peran Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina, Wibisono menegaskan bahwa peran itu telah dan sedang dimainkan Indonesia lewat desakan di forum-forum internasional.
Peran kedua, kata dia, Indonesia hendaknya meminta fatwa kepada Mahkamah Kriminal Internasional di Den Haag mengenai target penembakan Israel terhadap warga sipil Palestina apakah itu termasuk pelanggaran HAM atau tidak.
Begitu pula, fatwa mengenai pengadilan militer Israel terhadap warga sipil Palestina, misalnya, pelempar batu saja bisa divonis 20 tahun hukuman penjara.
Menanggapi suara sumbang beberapa kalangan bahwa Indonesia tidak mungkin berperan aktif penyelesaian konflik karena belum memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, Wibosono menegaskan bahwa berperan itu tidak harus menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
"Berperan menyelesaikan konflik tidak harus menjalin hubungan dengan Israel. Buktinya banyak negara, termasuk Mesir, punya hubungan diplomatik dengan Israel, tetapi tidak berdaya dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina," paparnya.
Dalam pantauannya Wibisono menilai warga Gaza saat ini sangat menderita akibat agresi Israel dan mereka sangat membutuhkan bantuan kebutuhan pokok.
"Penderitaan rakyat Palestina itu diperparah oleh blokade Israel terhadap darat, laut dan udara Gaza," katanya. (Baca: Bantah Tudingan Israel, Wibisono: Saya Bukan Anti-Semit)
Oleh karena itu, Wibosono mengharapkan pemerintah Mesir untuk mempermudah akses bantuan kemanusiaan masuk Jalur Gaza lewat Rafah, satu-satunya pintu perbatasan yang menghubungkan Gaza dengan luar negeri.