Oleh: Ratna Puspita,
Redaktur Republika
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Riau Annas Maamun dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (25/9). Sejak menjabat orang nomor satu di Riau pada Februari lalu, Annas kerap mencuri perhatian.
Berdasarkan catatan Republika, Annas mencuat pertama terjadi pada April 2014. Kala itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Indonesia (Fitra) Riau memprotes langkah Annas yang mulai membangun dinasti politik. Belum genap menjadi gubernur Riau, Annas memutasi sejumlah pejabat di Pemerintah Provinsi Riau.
Fitra mempersoalkan mutasi itu karena Annas memberikan jabatan untuk keluarganya. Anak kandung Annas, Noor Charis Putra (27 tahun) diangkat menjadi Kepala Seksi Jalan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau. Annas juga melantik anak perempuannya, Fitriana dan Winda Desrina, sebagai pejabat eselon IV di Riau. Fitriana menjadi kepala seksi mutasi dan non-Mutasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau dan Winda menjabat kepala seksi penerimaan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Riau.
Menantunya, Dwi Agus Sumarno, diangkat menjadi kepala Dinas Pendidikan Riau. Sebelumnya, Dwi menjabat Kepala Institut Pemerintahan Dalam Negeri Rokan Hilir. Annas juga memberikan jabatan bagi menantunya yang lainnya, yaitu Maman Supriadi, sebagai Manajer PSPS Pekanbaru.
Kritikan tidak hanya datang dari Fitra. Warga Pekanbaru, Ahmad Albar, membuat petisi agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melengserkan Annas pada laman change.org. Hingga Kamis (25/9) malam, petisi berjudul "Segera Lengserkan Gubernur Riau Annas Maamun" itu telah ditandatangani oleh 859 pendukung.
Annas sempat emosional menanggapi tudingan membangun dinasti politik ini. Bahkan, dia sempat mengeluarkan kata-kata kasar karena dituding membangun dinasti politik dan nepotisme. Menurut dia, tidak ada yang salah menunjuk kerabatnya sebagai pejabat kalau memang rekam jejaknya sesuai. Dwi, misalnya, menjabat kepala IPDN Rokan Hilir sebelum menjadi kepala Dinas Pendidikan Riau.
Kendati demikian, tudingan nepotisme yang dilakukan Annas itu juga mengundang komentar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, lembaga antirasuah itu siap menelusuri dugaan nepotisme Annas. "Itu kalau nepotismenya dilandasi dengan suap. Karena KPK hanya menangani dugaan korupsinya saja. Kalau nepotisme dilandasi dengan suap kan sudah masuk korupsi," kata dia, seperti dilansir Antara, Jumat (9/5).
Awal bulan ini, Wide Wirawaty melaporkan Annas ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan dugaan kejahatan seksual dan asusila. Wide mengatakan, pelaporan itu tidak berlandaskan motif pemerasan maupun politik. "Ini murni, tak ada sedikit pun unsur-unsur politik dan pemerasan," kata dia, kepada Antara, Senin (1/9).
Putri kelima dari tokoh pendidikan Riau dan mantan anggota DPD RI Soemardi Thaher itu menyatakan berani mengadukan Gubernur Riau ke polisi demi mewakili para perempuan yang diduga sudah dizalimi dan ternodai oleh terlapor. "Perjuangan saya murni didasari nurani seorang wanita agar tidak ada lagi korban-korban kebejatan Annas Maamun selanjutnya," kata dia.
Namun, Annas kembali membantah tudingan atas dirinya. Kepala Biro Humas Setda Provinsi Riau Joserizal Zen mengatakan, Annas menyatakan tuduhan Wide merupakan fitnah. "Gubernur mengatakan ia sampai harus bersumpah pakai Al Quran di depan istirinya," kata dia.
Malam ini, Annas tertangkap KPK. Bagaimana dia bakal membantah dugaan suap?