Ahad 28 Sep 2014 15:45 WIB

Yuk Terapkan Nilai Islam dalam Persaingan Bisnis, Ini Caranya

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Sebuah pertemuan kamar dagang pengusaha Muslim di Timur Tengah
Sebuah pertemuan kamar dagang pengusaha Muslim di Timur Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di samping sebagai seorang Nabi, Rasulullah juga pedagang dan pebisnis. Rasulullah hidup sederhana dan bersahaja, bukan berarti ia tidak memiliki harta. Bayangkan saja, untuk menikahi Khadijah, beliau SAW sanggup memberikan mahar 40 ekor unta yang saat ini seharga 40 mobil mewah.

Dunia dipergunakan untuk mengejar akhirat. Itulah prinsip Islam, seperti diterangkan Ketua STMIK AMIKOM Prof Dr M Suyanto MM kepada ROL. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana Islam menuntun umatnya dalam berusaha?

Rasul SAW mengatakan, di antara 10 pintu rezeki itu, sembilan di antaranya adalah berdagang. Sebetulnya ini bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam agar sebagian besar dari mereka bisa menjadi pedagang atau pengusaha. Kalau bisa seperti itu, itu akan menjadi luar biasa. Saya sendiri seorang pengusaha di samping profesor dan penulis. Seorang Muslim itu kalau bisa lengkap ilmunya. Contoh real-nya seperti Rasul itu. Di samping Rasul sebagai seorang Nabi, ia juga pedagang. Seperti itu hendaknya yang harus dimiliki seorang Muslim. Yang kita cari adalah orang Islam yang lengkap seperti itu. Begitulah yang dituntunkan Rasulullah.

Sejauh mana kiprah pengusaha Muslim di Indonesia?

Menurut saya, kian hari makin terlihat kian membaik dibanding dahulu. Dulu yang namanya pengusaha Muslim kelas atas itu sangat jarang. Sekarang sudah mulai banyak. Pengusaha kelas atas dari Muslim seperti Pak Chairul Tanjung dan selevel dengan itu kan sudah banyak sekarang ini. Saya rasa itu kabar yang sangat menggembirakan bagi kita.

Apa konsep mendasar seorang disebut sebagai pengusaha Muslim?

Dalam Alquran tegas disebutkan, "Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apa bila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal." (QS Ali Imran [3] : 159).

Inilah yang menjadi landasan seseorang dalam bermuamalah. Hati yang lembut diistilahkan dengan fa’fu ‘anhu (memberi maaf). Selanjutnya, selalu mendoakan orang lain, bahkan sekalipun mereka yang memusuhinya. Bahasa lainnya itu, orang yang selalu bermental positif. Kalau seorang pengusaha itu sudah punya sikap mental positif, saat itulah peluang bisnis itu muncul. Ia selalu mengambil hikmah dan akan selalu diberikan jalan oleh Allah dengan jalan yang luar biasa.

Yang seperti ini memang sulit. Biasanya seseorang diberi kemalangan sedikit saja sudah mengeluh. Padahal, Rasul SAW itu mengingatkan, "Ciri seorang mukmin itu selalu beruntung. Apabila ia diberi suatu cobaan ia bersabar. Maka itu baik baginya. Jika ia diberi suatu kenikmatan, ia bersyukur. Maka itu juga baik baginya. (HR Muslim).

Jadi, semuanya baik bagi kita, tidak ada yang jelek. Seorang pengusaha Muslim mempunyai sikap mental yang seperti ini. Wah, ini luar biasa.

Selanjutnya, wasyawirhum fil amri (bermusyawarah dalam setiap perkara). Sebetulnya ini me nyangkut komunikasi. Dari komunikasi itu akan ada negosiasi dan bermusyawarah. Setelah itu semua, terakhir fatawakkal ‘alallah (maka bertawakallah kepada Allah). Tapi, sebelum menuju ke sana, ada makna yang lain yaitu bekerja keras dulu, setelah itu baru pasrahkan diri kepada Allah.

Apa makna kekayaan bagi orang Islam?

Dalam ekonomi konvensional, kekayaan itu adalah hak atau nilai secara mutlak. Tetapi dalam Islam, yang namanya kekayaan adalah amanah Allah. Harus ada fungsi secara sosial. Kekayaan akan ditanya, dari mana kamu dapatkan dan ke mana engkau belanjakan. Jadi kita hanya dititipi.

Karena kekayaan merupakan titipan dan amanah, harus ada fungsi sosial yang bagus. Model ekonomi kapitalis itu dia merasa kekayaan adalah miliknya secara mutlak. Akhirnya terjadilah kerakusan dan ujungnya kekayaan itu tidak membawa kebahagiaan.

Tetapi, kekayaan sebagai titipan dari Allah dan dipandang sebagai amanah, maka dia ada manfaat untuk orang lain. Itu akan jadi luar biasa. Kekayaan pun bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin

Bagaimana menerapkan nilai Islam dalam persaingan bisnis? Apakah ini sulit bagi pengusaha Muslim?

Saya rasa memang tidak mudah. Kalau kita sampai mampu mewujudkan itu, jelas hadisnya, "Seorang pengusaha yang jujur bersama para Nabi, orang-orang jujur, dan para syuhada." (HR Tirmidzi).

Jadi, derajatnya itu luar biasa. Tidak gampang bersama para syuhada. Ini juga jihad yang harusnya mampu kita melaksanakannya. Dalam Islam, ajarannya bukan persaingan bisnis. Tetapi adalah kerja sama yaitu syarikah (berserikat). Bisnis dalam Islam andaikan bersaing, maka persaingan itu fastabiqul khairat yaitu bersaing dalam kebaikan.

Perbedaan Islam dengan kapitalis itu di sini. Islam mengedepankan syarikah atau kerja sama, sementara ekonomi kapitalis itu siapa yang menang dan kalah. Saling menjatuhkan.

Pesan Anda untuk mereka yang tertarik untuk menjadi pengusaha?

Berbisnis itu tuntunannya Rasul. Di antara 10 cabang rezeki, sembilan di antaranya adalah berbisnis. Berbisnislah dengan hati yang lem but, dengan hormat, saling mendoakan, ber mu syawarah, bekerja keras, dan bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadanya. Kalo landasannya itu insya Allah bisnisnya akan luar biasa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement