REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manuver politik koalisi merah putih (KMP) pendukung Prabowo-Hatta untuk menyapu bersih kepemimpinan di parlemen baik DPR maupun MPR adalah bentuk politik balas dendam. Gerakan politik ini mengupayakan menjegal pemerintahan Jokowi – JK nantinya.
Ketua pusat studi politik dan keamanan Universitas Padjajaran, Muradi, menilai hal ini tidak hanya picik, tapi juga ekspresi negatif yang tidak selaras dengan nilai budaya bangsa. “Selama langkah politik negatif tersebut dipraktikkan, maka selama itu pula bangsa ini berada di situasi yang sulit,” imbuhnya, kepada Republika, Senin (6/10).
Praktik menang dengan segala cara dan tak mau mengakui kekalahan adalah bentuk politik purba yang meniadakan hakikat berbangsa dan bernegara serta konstitusi.
Momentum pemilihan pimpinan DPR, MPR serta pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih harus dimaknai sebagai kemenangan bangsa Indonesia dan rakyatnya untuk maju terus mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
“Karena itulah mekanisme kontrol sebagaimana yang didengungkan oleh partai pendukung Prabowo - Hatta harus dilakukan dengan cara yang semestinya dalam trias politika,” imbuh Muradi. Bukan melakukan penjegalan atas nama manuver politik purba, apalagi secara terbuka melawan kehendak rakyat yang memilih calon legislatif dan presidennya dengan kemenangan yang dilegitimasi oleh pilihan sadar rakyat.