REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK-- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menegaskan, Selasa (7/10), darurat militer merupakan alat yang diperlukan pemerintah untuk melakukan reformasi. Pernyataannya tersebut disampaikan sebagai tanggapan atas pertanyaan apakah situasi Thailand sudah cukup kondusif untuk pencabutan darurat militer. Darurat militer Thailand diberlakukan sejak 20 Mei.
"Rakyat perlu menolong saya. Dari satu sisi, anda meminta saya mencabut darurat militer. Namun bagaimana jika sesuatu terjadi dan reformasi nasional tidak bisa berlanjut? Siapa yang akan bertanggung jawab untuk saya?" ujar Prayuth, dilansir Bangkok Post, Selasa.
Dia mengatakan memahami isu internasional, proses demokrasi dan kerugian yang ditimbulkan darurat militer. Namun, dia mengatakan keputusan akan diambil berdasarkan kepentingan negara dan keselamatan masyarakat. Prayuth mengatakan darurat militer adalah alat untuk menjaga ketertiban.
Dia menambahkan akan menggunakan kekuasaan di tangannya utnuk membangun. Dia mengatakan 100 pos pemeriksaan militer di Bangkok masih dibutuhkan untuk memastikan keselamatan masyarakat karena protes antikudeta masih berlangsung.
Komandan Militer Jenderal Udomdej Sitabutr tidak bersedia memberikan komentar mengenai kemungkinan dicabutnya darurat militer. Dia mengatakan hal itu akan dibicarakan oleh pejabat terkait.