Rabu 08 Oct 2014 18:33 WIB
Wacana Amandemen UUD 45

Wakil Ketua DPR: Menjatuhkan Presiden itu Sulit

Rep: C73/ Red: Bayu Hermawan
Fahri Hamzah
Foto: antara
Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana mengembalikan pemilihan presiden ke MPR dengan cara amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kembali mengemuka, setelah Koalisi Merah Putih memenangkan pemilihan pimpinan MPR.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, tidak ada ruang untuk mengganggu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Saya sering mengatakan, menjatuhkan presiden itu susah sekali, bahkan mekanismenya berbelit-belit," kata wakil Sekjen PKS ini, di komplek parlemen senayan, Jakarta, Rabu (8/10).

Menurutnya untuk menjatuhkan seorang presiden harus ada hak angket kasus presiden yang menemukan setidaknya 12 kategori pidana yang layak untuk menjadi impeachment. Setelah itu, muncul hak yang menyatakan pendapat yang diajukan ke sidang Mahkamah Konstitusi.

Jika MK memutuskan bersalah hal itu akan kembali diajukan dalam sidang istimewa.  Hal itu menurutnya, harus melalui proses yang rumit. Namun jika terdapat amandemen UUD 45 tersebut, Fahri mengatakan mengusulkan beberapa hal.

Pertama menguatkan kamar legislatif. Kedua, mensolidkan fungsi dari eksekutif. Ketiga, mengusulkan agar kejaksaan dimasukkan ke dalam konstitusi dan menjadi institusi yang independen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement