Kamis 09 Oct 2014 13:00 WIB

Pengadilan AS Mendengarkan Pembelaan Penjaga Guantanamo

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Para tahanan Muslim melaksanakan shalat berjamaah di Kamp IV penjara Guantanamo, Kuba. Foto diambil pada 5 Agustus 2009 silam.
Foto: Reuters
Para tahanan Muslim melaksanakan shalat berjamaah di Kamp IV penjara Guantanamo, Kuba. Foto diambil pada 5 Agustus 2009 silam.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Pengadilan Federal Amerika Serikat tengah mendengarkan kesaksian terkait kasus pemaksaan makanan pada tahanan di penjara Teluk Guantanamo. Tindakan ini dilakukan setelah pengadilan mendapat pengaduan dari salah satu tahanan yang mengatakan, adanya prosedur pemaksaan makanan pada para tahanan yang mogok makan.

Dilansir dari Aljazirah, para pejabat berwenang mengatakan, tahanan yang melakukan aksi mogok makan dan dipaksa makan di Teluk Guantanamo dapat memilih rasa makanan cair mereka. Beberapa narapidana yang berkelakukan baik bisa makan bersama tahanan lain.

Dalam kesaksian pejabat pemerintah menggambarkan bagaimana penjaga harus berurusan dengan tahanan yang menolak makan. Pejabat mengatakan, tahanan bisa memilih sejumlah rasa untuk makanan cair mereka termasuk rasa stoberi.

Kasus ini diajukan ke pengadilan oleh Abu Wa'el Dhiab, seorang tahanan Suriah yang dijebloskan ke Guantanamo tanpa tuduhan atau pengadilan sejak 2002. Sebagai aksi protes atas penahanan tanpa proses peradilan dan batas waktu di Guantanamo, Dhiab melakukan aksi mogok makan bersama sejumlah tahanan lain.

Menghadapi hal itu, petugas kemudian menggunakan teknik pemaksaan makan. Prosedur pemaksaan ini dianggap menyiksa bagi tahanan. Menurut pengacara, Dhiab mengatakan padanya prosedur pemaksaan makan menyakitkan dan memalukan.

Mengutip Dhiab pengacaranya mengisahkan, para tahanan diseret ke luar sel. Tangan dan kaki tahanan kemudian diikat di atas kursi dan dimasukkan pipa secara paksa ke dalam lubang hidung hingga ke rongga perut mereka. Setelah itu, makanan cair dipompakan melalui pipa tersebut.

Berbicara untuk pemerintah, jaksa Andrew Warden mengatakan, sejauh ini ada sekelompok tahanan yang telah memenuhi syarat yang diizinkan makan sambil menonton televisi dan duduk di kursi empuk normal. Tapi tidak untuk Dhiab, yang digambarkannya sebagai tahanan yang keras dan tidak kooperatif.

"Dhiab tidak patuh dan kerap bersikap tak kooperatif, seperti memercikan cairan tubuh dan kotorannya serta mengeluarkan bahasa kasar," kata Warden.

Menurut prosedur umum untuk tahanan yang tidak kooperatif, penjaga akan melakukan ekstrasi sel paksa (FCE). Di mana tim akan menarik narapidana dari sel mereka untuk makan. "FCE dilakukan dengan kekuatan minimun untuk membantu mencegah cedera pada tahanan, selama proses itu. Ini merupakan jalan terakhir setelah upaya persuasif verbal," bela Warden.

Tahanan tak kooperatif ini kemudian menurutnya diikat di kursi dan dilengkapi 'pelindung ludah', untuk mencegah mereka meludai penjaga. "Kursi ikat itu tak pernah dimaksudkan untuk menghukum tahanan atau membalas perlakuan mereka," kata Warden membaca sebuah dokumen yang ditulis mantan kepala Guantanamo Kolonel John Bogdan. "Kursi itu empuk dan nyaman seperti kursi normal," tulis Bogdan.

Kesaksian Warden ini datang setelah pengacara Dhiab melaporkan keberatan yang dialami kliennya pada Senin (6/10), ke pengadilan federal AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement