REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dri Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan Ketua Umum PDIP Megawati harus segera "turun gunung" membangun komunikasi politik untuk menyikapi dominasi partai Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen.
"Koalisi Indonesia Hebat sekarang tidak cukup hanya solid saja di parlemen, tapi perlu agar ketua umum parpolnya turun langsung untuk melakukan lobi politik, terutama Megawati, apalagi sosok Jokowi-JK kurang aktif di parpol pengusung," kata Igor saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/10).
Dia mengatakan apabila Megawati bersama para ketua umum partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak turun tangan membangun komunikasi politik dengan partai KMP, maka dominasi KMP di parlemen bisa menyulitkan kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam melaksanakan program-programnya.
"'Turun gunung' para ketum parpol KIH jelas lebih bagus ketimbang menggertak dengan isu 'people power', karena kemenangan Jokowi-JK dalam Pilpres lalu hanya berselisih enam juta suara," jelas dia.
Menurut dia, berkibarnya KMP harus dijadikan peringatan bagi pemerintahan Jokowi-JK dan parpol pengusungnya bahwa peran parpol dalam mekanisme demokrasi masih utama. Igor menyarankan Megawati bersama ketua umum partai KIH seperti Surya Paloh (Nasdem), Wiranto (Hanura) dan Muhaimin Iskandar (PKB), melakukan pertemuan informal terlebih dulu, dengan ketua umum partai KMP.
"Bisa bertemu langsung dengan SBY, Prabowo, Hatta, Aburizal Bakrie, atau Hashim (adik Prabowo). Bisa diundang untuk datang ke tempat Megawati, atau di tempat lain yang netral seperti hotel," kata dia.
Intinya, lanjut Igor, pertemuan dua koalisi ini nantinya berujung pada adanya semacam komunikasi bersama antara petinggi utama kedua koalisi demi pemerintahan yang lebih baik.
Jika perlu Igor menyarankan agar pertemuan kedua pihak bisa dijembatani pihak ketiga diluar KIH dan KMP, agar tercipta komunikasi yang baik antara kedua pihak.
"Selama ini saya melihat di antara kedua pihak tidak membangun 'jembatan' agar satu sama lain bisa lewat. Ironisnya kedua pihak justru membangun 'tembok' sehingga masing-masing tidak bisa lewat (berkomunikasi/bersilahturahmi)," paparnya.