Jumat 10 Oct 2014 11:15 WIB

SBY: Pemilu Itu Melelahkan, Rumit, Mahal dan Emosional

 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdoa saat acara peresmian secara simbolis Asrama Mahasiswa Indonesia 'SBY' di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir di halaman Masjid Baiturrahim, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/10). (Antara/Andika Wahyu)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdoa saat acara peresmian secara simbolis Asrama Mahasiswa Indonesia 'SBY' di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir di halaman Masjid Baiturrahim, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/10). (Antara/Andika Wahyu)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berbagi kisah tentang kesuksesan pelaksanaan pemilihan umum presiden 2014 dalam Forum Demokrasi Bali (BDF) VII di Nusa Dua, Bali, Jumat, mengakui bahwa penerapan demokrasi bukanlah hal yang mudah.

"Pemilihan umum tidak mudah dilaksanakan. Itu melelahkan, rumit, mahal, memecah belah dan bahkan emosional. Tidak ada yang mengatakan bahwa demokrasi itu mudah," kata SBY dalam acara tahunan yang dihadiri tiga kepala negara sahabat itu.

Namun, lanjut dia, ketika nanti presiden baru dilantik, Indonesia telah membuktikan pada rakyatnya dan masyarakat dunia jika mampu melakukan transfer kekuasaan secara damai dan konstitusional. Ia kemudian menjelaskan bahwa sekitar 135 juta rakyat Indonesia telah turut ambil bagian dalam salah satu proses pemilihan umum terbesar di dunia yang melibatkan 500 ribu bilik suara untuk memilih lebih dari seribu anggota parlemen serta presiden dan wakil presiden itu.

Ia mencatat kesuksesan penyelenggaraan pemilu di Indonesia itu sebagai satu dari sejumlah keberhasilan transfer kekuasaan dengan damai di dunia, antara lain Aljazair, Brazil, Fiji, India, Iran, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Turki.

Namun, menurutnya, di tengah sejumlah keberhasilan pelaksanaan pemilu di dunia tersebut, dunia juga dihadapkan pada situasi yang sulit dengan memburuknya hubungan di antara negara-negara maju. Ia merujuk pada kasus di Ukraina yang melibatkan negara-negara maju dan sengketa di Asia Timur.

"Kita juga menjadi saksi transisi demokrasi yang tidak mulus, terutama di Timur Tengah," katanya merujuk pada Mesir, Irak, Tunisia dan Libya.

Oleh karena itu, ia berharap BDF dapat terus tumbuh dan berkembang serta menawarkan pengalaman-pengalaman terbaik dalam pelaksanaan demokrasi bagi negara-negara di dunia. Acara tahunan yang telah digelar sejak 2008 itu kali ini dipimpin bersama oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Filipina Benigno Simeon Aquino III.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement