REPUBLIKA.CO.ID,
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan mengalami bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari jumlah penduduk nonproduktif pada 2025-2035 mendatang. Sayangnya, bonus demografi itu bisa hancur karena jumlah generasi muda yang merokok sangat tinggi, bahkan tertinggi di dunia.
"Merokok itu mengurangi tingkat kecerdasan anak. Bonus demografi bisa menjadi musibah demografi jika negara tidak melakukan intervensi yang jelas terhadap rokok," ujar Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Hery Chariansyah kepada ROL, Kamis (16/10).
Bonus demografi memerlukan generasi muda yang cerdas. Mereka harus mempersiapkan diri sejak saat ini agar mampu bersaing meraih kesempatan kerja dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Mereka membutuhkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan yang lebih penting fisik yang sehat untuk mendukung kecerdasan mereka.
Hal itu tidak akan terwujud jika faktanya generasi muda sudah teracuni oleh rokok. Inisiasi umur merokok di Indonesia, kata Hery semakin muda. Sebelumnya ditemukan kasus dimana bayi 2,5 tahun suda kecanduan rokok.
Perokok usia bawah lima tahun (balita) ditemukan hampir di seluruh Indonesia. Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah perokok anak balita terbanyak, yaitu 22 persen, disusul Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatra Selatan, dan DKI Jakarta.
Prevalensi perokok usia 5-9 tahun meningkat 350 persen sepanjang 1995-2004. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 bahkan menunjukkan 70 persen perokok di Indonesia mulai merokok sebelum usia 19 tahun. Hery berharap pemerintah baru di bawah Joko 'Jokowi' Widodo bisa mendukung upaya perlindungan anak dari zat adiktif rokok melebihi pemerintaah saat ini.