Senin 20 Oct 2014 17:40 WIB

Jokowi Diminta tak Terburu-Buru Naikkan Harga BBM

Joko Widodo (Presiden RI)
Joko Widodo (Presiden RI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho mengatakan, Presiden Joko Widodo diminta tidak terburu-buru menaikkan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi.

Menurut Eko, Jokowi harus memastikan terlebih dahulu kesiapan implementasi program perlindungan dan bantuan rakyat miskin dari anggaran kompensasi di APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp 5 triliun.

"Jokowi jangan tergesa-gesa akibat ditekan banyak pihak untuk naikkan harga BBM, tapi pastikan dulu sudah membuat program antisipasi kemiskinan, agar kemiskinan tidak semakin tinggi dan membuat masyarakat menderita," kata Pengamat Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho di Jakarta, Senin (20/10).

Dia mengatakan Jokowi perlu menentukan terlebih dahulu besaran kenaikkan harga BBM tersebut, kemudian memperhitungkan dampak ekonomi dan sosialnya terhadap masyarakat.

Selanjutnya, Jokowi membuat rencana dan implementasi aksi sosial dan ekonomi kepada masyarakat yang terdampak. Dengan begitu, diharapkan tidak ada ungkapan masyarakat yang miskin nanti, menjadi "semakin miskin".

Pasalnya, selama ini, lanjut dia, kelompok masyarakat miskin adalah kelompok yang paling menderita karena tidak tepat sasarannya kebijakan subsidi BBM pemerintah selama ini.

Belanja subsidi energi untuk 2014 mencapai Rp 350,3 triliun dari total pagu belanja pemerintah sebesar Rp 1.208 triliun. Subsidi energi itu terdiri dari subsidi BBM Rp 246,5 triliun dan listrik Rp 103,8 triliun.

Namun, lanjut dia, distribusi subsidi sebesar itu justru telah sasaran, karena masih banyak kalangan masyarakat mampu yang menikmati BBM bersubsidi.

"Ini kan kebijakan yang selama ini tidak tepat sasaran, dan malah dinikmati orang-orang mampu. Jangan sampai orang miskin menderita lagi, jika subsidi BBM ini dikurangi," ujar dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement