REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemusik jazz ternama AS Kenny G mengirimkan pesan yang dianggap salah oleh Cina, saat ia muncul di tengah-tengah pengunjuk rasa pro-demokrasi Hongkong. Aksinya itu memicu Kementerian Luar Negeri Cina mengeluarkan peringatan bagi warga asing untuk tidak melibatkan diri.
Pemain saksofon bernama asli Kenny Gorelick itu membenarkan bahwa ia telah mengunjungi sebuah lokasi unjuk rasa setelah fotonya beredar di Twitter pada Rabu.
"Di Hongkong di lokasi demonstrasi. Saya mendoakan damai untuk semuanya dan keputusan positif atas situasi ini," tulis Kenny G dalam akun resminya.
Para pelajar Hongkong dan pengunjuk rasa Pendudukan Central (Occupy Central) sudah hampir sebulan ini turun ke jalan di bekas koloni Inggris tersebut dan menuntut demokrasi yang lebih luas. Kota tersebut dikembalikan ke pemerintahan Cina pada 1997.
Kemenlu Cina yang berulangkali mengungkapkan kekecewaan terkait campur tangan asing dalam masalah dalam negeri ini, mengatakan tidak tahu menahu mengenai kunjungan Gorelick. "Karya musik Kenny G sangat populer di Cina, namun posisi Cina dalam aksi Pendudukan Central di Hongkong sangat jelas," kata juru bicara Kemenlu Hua Chunying.
"Kami harap pemerintah asing dan individu berhati-hati dalam berbicara dan bertindak serta tidak mendukung gerakan pendudukan Central dan aksi ilegal lain dalam bentuk apapun," katanya.
Gorelick kemudian mengatakan dalam akun Facebooknya bahwa ia tidak tahu apa-apa soal situasi tersebut, dan menyebutkan bahwa kunjungannya itu tidak direncanakan.
"Beberapa penggemar mengambil foto saya dan tidak adil bahwa saya dimanfaatkan oleh orang yang mengatakan bahwa saya menunjukkan dukungan bagi pendemo," tulis dia.
"Saya cinta Cina dan suka tampil di sini selama hampir 25 tahun. Saya hanya ingin berbagi harapan saya untuk kedamaian Hongkong dan untuk seluruh Cina karena saya merasa sangat dekat dan peduli tentang Cina. Tolong jangan salah artikan sinyal damai saya dengan sinyal lain yang bukan untuk perdamaian."
Gorelick sepanjang September lalu telah tampil dalam empat konser di negara itu, termasuk yang digelar di ibukota Beijing.
Meski telah menggelar berbagai pertunjukan asing dalam beberapa tahun belakangan, termasuk Rolling Stones dan almarhum James Brown, Cina berupaya keras untuk memastikan bahwa konser dan para artis yang tampil itu mendapat sensor politik yang ketat.
Pada 2008, luapan pro-Tibet oleh penyanyi Islandia Bjork di sebuah konser di Shanghai membuat geram Beijing yang segera mengeluarkan aturan ketat bagi penyanyi asing yang akan tampil di Cina.
Cina melarang penyanyi pop Taiwan Chang Hui-mei selama setahun setelah ia menyanyikan lagu kebangsaan pulau mandiri itu saat pelantikan Presiden Chen Shui-bian yang anti-Cina pada 2000. Cina menganggap Taiwan sebagai kawasan berdaulat.