REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) yang saat ini menguasai kepemimpinan MPR, DPR, dan Alat Kepemimpinan DPR (AKD), diminta untuk mendengarkan permintaan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Hal ini terkait dengan kekisruhan yang terjadi di parlemen mengenai sistem pengambilan keputusan yang dipakai DPR.
Guru Besar dan Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengatakan, KMP harus bisa mengakomodir sistem yang diinginkan KIH dalam pengambilan keputusan kepemimpinan di DPR. Jika KMP bisa memenuhi permintaan KIH yang ingin menggunakan sistem musyawrah mufakat, kata Asep, parlemen tandingan bisa ditiadakan dengan cara yang baik.
"Wajar kalau KIH kecewa dan membuat parlemen tandingan," kata Asep pada Jum'at (31/10).
Asep Warlan juga menilai, DPR gagal dalam mengakomodir keinginan anggota DPR lainnya, dalam hal ini dari KIH. Menurutnya, DPR yang dipimpin oleh KMP harus bisa menyelesaikan dahulu penyebabnya.
"Dalam kasus parlemen tandingan ini, 'penyebab' KIH melakukan hal tersebut harus segela diselesaikan," kata Asep dengan logat Sundanya. Penyebabnya, menurut Asep, sistem pengambilan keputusan yang digunakan dalam DPR. Menurutnya, sistem yang dipakai KMP, yaitu sistem paket dengan voting dinilai tidak adil jika melihat situasi yang dialami oleh KIH.
"KIH akan merasa tidak fair," tegas Asep.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, dari keputusan yang diambil DPR dalam memilih kepemimpinan DPR, MPR maupun AKD, selalu mengutamakan sistem paket voting. Sementara itu, KIH tidak meyetujui sistem tersebut. Mereka lebih memilih pengambilan keputusan menggunakan sistem musayawarah mufakat.
Asep juga mengaskan, sistem musyawarah mufakat itu lebih baik digunakan dalam pengambilan keputusan di DPR. "Untuk menghindari kekecewaan," tambahnya.