REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bukanlah orang baru di dunia perikanan. Pengalaman selama puluhan tahun dalam berbisnis ikan, membuat dia tahu seluk beluk perikanan.
Susi pun tahu betul apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menangkap ikan. Termasuk saat dia ditanya wartawan tentang sikap dia apabila ada negara tetangga yang "ngeyel" untuk menerobos perairan Indonesia dan menangkap ikan di sini.
"Get Out! Kalau mereka tidak mau taati aturan ya pergi dari perairan Indonesia," tegasnya.
Susi pun menambahkan sesuai dengan KTT Johannesburg, negara-negara di Dunia harus terlibat dalam upaya pembangunan berkelanjutan.
"Masa negara tetangga mau melawan perjanjian yang dibikin oleh mayoritas negara dunia?" ujar Susi dalam konferensi pers. Jumat (31/10).
Dia menjelaskan program yang akan lakukan adalah demi terwujudnya "sustainable Development fisheries", industri perikanan yang berkelanjutan. "Demi anak cucu kita," lanjutnya.
Dalam acara ini, Susi juga menyebutkan Indonesia merugi 11 triliun rupiah di sektor kelautan dan perikanan, akibat pencurian ikan. Susi menjelaskan, dari total 5329 kapal muatan yang terdata, dengan alokasi BBM 2,1 juta kilo liter pertahun dan subsidi 11,5 triliun rupiah, Pendapatan Negara Bukan Pajak (BNPB) yang didapat hanya 300 miliar rupiah.
"Negara rugi hampir 11 triliun, ini satu hal yang tidak boleh terjadi lagi," ujar Susi.
Susi menargetkan agar KKP mendapat pendapatan yang setara dengan buat dikeluarkan negara. "Subsidi adalah cost. Dan pendapatan yang didapat hanya 20% saja. Secara komersil ini "not make sense". Susi sekali lagi meminta seluruh data KKP dapat diakses oleh semua stake holder, termasuk pelaku bisnis, pejabat daerah, media massa, dan rakyat.