REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruh di parlemen yang berujung pada pembentukan pimpinan DPR tandingan dinilai tidak mencerminkan kepribadian Indonesia.
Ormas Al-Irsyad Al-Islamiyah pun mendesak agar kedua kubu yang berkonflik segera menyelesaikan konflik tersebut.
"Kami melihat keberadaan pimpinan DPR tandingan ini sebagai sesuatu yang tidak wajar dan bertentangan dengan prinsip demokrasi Pancasila," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, Abdullah Jaidi, kepada Republika, Sabtu (1/11).
Menurutnya, dualisme pimpinan DPR semestinya tidak boleh terjadi. Karena bakal mengganggu kinerja parlemen dan pemerintah.
Karena itu, dia meminta kedua pihak yang berkonflik untuk segera mencari akar penyebab masalah, kemudian duduk bersama mencari solusi terbaik.
Abdullah berpendapat, harus ada yang mau memfasilitasi proses pendamaian kedua kelompok yang bersengketa,. "Fasilitator itu bisa saja berasal dari tokoh-tokoh yang disegani di masing-masing partai yang di DPR,” ujarnya.
Dia menambahkan, rakyat tentunya akan melihat pimpinan tandingan di parlemen sebagai bentuk sikap yang tidak mencerminkan kepribadian Indonesia. Padahal, para anggota dewan sejatinya dipilih untuk mengejawantahkan nilai demokrasi Pancasila.
Antara lain, menerapkan prinsip musyawarah dalam memecahkan berbagai persoalan. "Munculnya pimpinan DPR tandingan sekaligus menunjukkan bahwa wakil-wakil rakyat tidak mencerminkan kepribadian yang baik," tuturnya.
Sebelumnya, lima partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia (KIH) mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR. Mereka kemudian membentuk DPR tandingan dengan mengangkat pimpinan sendiri yang terdiri dari partai di KIH.
Yaitu PDI Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).