REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan pimpinan tandingan di DPR dinilai sebagai perilaku tercela yang ditunjukkan anggota dewan. Sikap tersebut juga dianggap mencederai demokrasi di Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Maman Abdurrahman menuturkan, mekanisme demokrasi yang dianut negara ini antara lain, pengambilan keputusan melalui suara terbanyak. Karena itu, pembentukan DPR tandingan sebagai tindakan tercela yang ditunjukkan anggota dewan yang tidak mau menerima risiko berdemokrasi.
"Mengapa harus ada dualisme versi pimpinan di DPR? Apakah mereka (yang membuat pimpinan tandingan) itu tidak siap menghadapi risiko demokrasi?" ujar Maman, saat dihubungi, Sabtu (1/11).
Menurut Maman, pembentukan pimpinan DPR tandingan adalah sebuah pemberontakan yang tidak boleh dibiarkan terjadi. Dia pun mengecam sikap anggota dewan yang menurutnya sudah menyalahi aturan karena tidak siap menjadi minoritas di parlemen.
"Pertanyaannya, niat mereka (KIH) itu ingin membangun negeri atau mau membangun kelompok? Jika kemenangan mayoritas ketika pilpres lalu saja bisa diterima dengan legawa oleh semua pihak, mengapa di parlemen tidak?" katanya.
Untuk itu, kata Maman, Persis mengimbau para anggota DPR agar menghormati demokrasi di negara ini. "Kita sudah sepakat, suara mayoritas adalah yang menang. Suka tidak suka, itu harus dihormati. Mari kita bangun NKRI dengan niat yang ikhlas dan bermartabat," imbuhnya.