Kamis 06 Nov 2014 13:46 WIB

Demokrasi ala Madinah (3)

Kota Madinah tempo dulu.
Foto: Wikipedi.org/ca
Kota Madinah tempo dulu.

Oleh: Harun Husein     

Pemikir politik Islam, Abul A’la Mau dudi, dalam bukunya Khilafah Bukan Kerajaan menyatakan, di antara ciri-ciri sistem khilafah tersebut adalah terwujudnya kemerdekaan yang sempurna untuk mengkritik dan mengeluarkan pendapat, di mana dalil yang benarlah yang dimenangkan.

"Para khalifah tidak pernah menutup diri dari rakyat banyak. Mereka tinggal di tengah-tengah rakyat, rakyat pun bisa bertemu mereka saat bermusyawarah, saat shalat lima waktu," ujarnya.

Kegagalan komunitas awal, dan kembalinya prinsip-prinsip organisasi sosial ke era pra-Islam, kata Bellah, justru merupakan bukti tambahan dari betapa modernnya eksperimen tersebut. “Terlalu modern untuk sukses. Infrastruktur sosial yang diperlukan belum tersedia untuk menjamin keberlanjutannya,” kata Bellah.

Bellah menunjuk ketika terjadi ketidakpuasan kepada Khalifah Utsman bin Affan, infrastruktur sosial saat itu masih terlalu rapuh untuk menahannya dan menghadapinya.

Rangkaian kekacauan politik pada era Usman dan Ali yang dalam sejarah disebut dengan istilah Fitnah Pertama itu, akhirnya berbuntut pada berdirinya kerajaan berdasarkan keturunan, di bawah Bani Umayyah.

Imaduddin Ahmad menyatakan kegagalan tersebut karena kegagalan pembentukan sistem. Komunitas awal saat itu belum melihat bahaya ketidaksepakatan politik (political dissent), yang seharusnya disalurkan dan diorganisasi lewat institusi-institusi. Mekanisme checks and balances belum terlembagakan.

Dia antara lain mencontohkan pernyataan seorang warga Madinah menanggapi pidato pengukuhan Umar sebagai khalifah, yang menyatakan jika Umar salah akan mengoreksinya dengan pedang. Padahal, kata dia, “Bahkan kepada orang lain agama saja kita disarankan melakukannya bil hikmah wamau’izatil hasanah.”

Karena itulah, dia menyatakan Muawiyah kemudian mengambil alih. “Muslim saat itu harus memilih antara bersatu di bawah penguasa diktator atau terjadi keributan di bawah kebebasan,” katanya seperti dikutip buku Islam Liberalisme Demokrasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement