REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aktivis Social Movement Institute Yogyakarta meluncurkan komik mengenang Munir berjudul "Mereka Bunuh Munir" di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (6/11).
Penulis naskah komik tersebut yang juga Direktur Social Movement Institute (SMI) Eko Prasetyo mengatakan ide pembuatan komik yakni untuk mengingatkan kembali bahwa pengungkapan pembunuhan aktivis HAM tersebut belum tuntas.
"Kami sebut "mereka" karena pembunuhan Munir bukan hanya dilakukan seorang (Pollycarpus) namun konspiratif melibatkan berbagai tokoh penting," kata dia.
Dengan hadirnya komik tersebut, ia menginginkan agar pengusutan kasus pelanggaran HAM khususnya pembunuhan terhadap aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dapat dilanjutkan kambali.
"Buku ini sudah saya rencanakan pada 2006 dengan motivasi menuntut pengusutan lebih jauh kasus Munir," kata dia.
Menurut dia, banyak penulis yang telah menjelaskan kronologi pembuhuhan Munir secara naratif. Dengan demikian, Ia berharap penjelasan dengan ilustratif gambar diharapkan lebih mudah diterima berbagai kalangan masyarakat.
Adapun segmen pembaja, menurut dia, komik itu lebih menyasar kalangan mahasiswa.
"Komik ini sangat berguna bagi mahasiswa atau akademisi lainnya yang ingin melihat kambali latar belakang dan proses pembunuhan Munir," kata dia.
Inisiatif pembuatan komik itu, menurut Eko, bukan berorientasi profit, melainkan mengedekuasi pembaca bahwa setiap fakta sosial dapat juga dijelaskan secara lebih jujur.
"Dalam komik itu kami mencoba menyampaikan secara "to the point"," kata dia.
Di dalam komik setebal 120 halaman tersebut, ia menjelaskan, akan terilustrasikan secara detail bagaimana detik-detik Munir dibunuh saat di pesawat. Selain itu, lanjut dia, juga memberikan wawasan sepak terjang Munir terhadap kasus pelanggaran HAM.
"Untuk sepak terjang Munir, yang kami soroti antara lain upaya penolakan dwifungsi ABRI, daerah operasi militer (DOM) di Aceh, serta pengusutan kasus pembunuhan buruh Marsinah," kata dia yang juga mantan direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) ini.