REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menghayati Alquran sebagai pedoman hidup, langkah awal yang dapat ditempuh yakni dengan membaca teksnya. Namun, kondisi memprihatinkan justru terjadi di masyarakat Islam Indonesia. Faktanya, berdasarkan data Susenas BPS pad 2013 menunjukkan lebih dari 54 persen umat Islam Indonesia tidak bisa membaca Alquran.
"Data juga menyebut, lima dari 10 jamaah haji belum bisa baca Alquran, apalagi mayoritas yang buta huruf Alquran adalah perempuan," kata pendiri Komunitas Cinta Quran Fatih Karim ditemui di sela acara "Amazing Muharam" yang diselenggarakan Komunitas Cinta Quran bekerja sama dengan Dompet Dhuafa, Ahad (9/11).
Melihat situasi tersebut, Fatih tak mau sekadar prihatin, bersedih lantas hanya berdiam diri. Ia pun memilih memulai langkah nyata yakni dengan menyelenggarakan pelatihan intens dan mudah, dalam rangka mengajak masyarakat belajar membaca Alquran dengan metode bernama Tahrir.
Dikatakannya, kondisi tersebut disebabkan masyarakat yang lebih mengenal Alquran sebagai simbol. Makanya, Alquran hanya dipakai untuk sumpah pernikahan, acara perkawinan juga pajangan. Ketika telah dewasa dan tidak bisa membaca Alquran, timbul batasan atau keengganan untuk belajar membacanya karena malu, gengsi atau mungkin merasa tidak punya waktu.
Padahal, Alquran merupakan pedoman hidup, dan ia ingin mengajak masyarakat mengingat kembali peran Alquran, lantas merapat ke sisinya, dimulai dari membacanya. "Makanya, dengan metode Tahrir, orang yang dari nol sama sekali tidak bisa baca, bisa langsung bisa membaca Alquran dalam sehari, dengan mudah dan enjoy," kata pria kelahiran 30 Juli 1979 itu.