REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal ulang terhadap mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Ketua MPR itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait Pengajuan Revisi Alih fungsi Hutan Riau 2014 kepada Kementerian Kehutanan dengan tersangka Gubernur Riau Annas Maamun.
Namum dalam pemeriksaan perdananya, Zulkifli tidak hadir, sehingga KPK menjadwalkan ulang untuk meminta keterangan Politi Partai Amanat Nasional itu. Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Zulkifli mengaku banyak agenda yang membuat dirinya batal menghadiri pemeriksaan perdananya di KPK.
"Hari ini, pagi tadi saya jadi Inspektur upacara (IRUP) di KRI Banda Aceh," katanya, Senin (10/11). Setelah menjadi IRUP di KRI Banda Aceh, siangnya Zulkifli mengaku ada kegiatan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di MPR yang tidak bisa ditinggalkan.
"Siangnya ada acara cerdas cermat di MPR dengan Wapres," ujarnya. Untuk mengganti tidak hadirnya dalam pemeriksaan hari ini, Zulkifli berjanji akan menggantinya besok.
"Besok jam 10 saya ke KPK," janjinya. Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, Zulkifli Hasan akan diperiksa untuk tersangka AM (Annas Maamun).
Selain Zulkifli, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Supijanto. Sebelumnya Annas pernah menyatakan bahwa politisi Partai Amanat Nasional itu saat menjabat sebagai Menteri Kehutanan pernah memberikan terkait Pengajuan Revisi Alih fungsi hutan di Riau.
"Ada izin dari menteri. siapa itu namanya? Zulkifli Hasan," kata Annas pada 17 Oktober 2014.
Sebelumnya, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jendral Pianologi Kehutanan Kemenhut, Masyhud seusai diperiksa pada Kamis (16/10) menyatakan Zulkifli saat masih menjabat sebagai Menhut pernah menerima pengajuan revisi SK 673 tentang Perubahan Kawasan Hutan dari Gubernur Riau, Annas Maamun.
Namun, menurut Mahsyud permohonan itu ditolak oleh Zulkifli. Karena berdasarkan hasil telaah Kemenhut permintaan itu tidak memiliki data pendukung yang kuat.
"Permintaannya tidak memiliki data pendukung yang kuat. Itu seperti zonase dan analisa landscape-nya. Saya kira karena hasil telaah kita tidak bisa memproses lebih lanjut maka permohonan itu ditolak oleh menteri," kata Masyhud.