REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Prof Muhadjir Darwin mengemukakan dari hasil Penelitian PSKK UGM pada 2011 lalu di delapan kabupaten, yakni Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan,Dompu, Timor Tengah Selatan, Lembata, dan Sikka menemukan angka insiden perkawinan anak yang cukup tinggi, bahkan sangat berbeda jika dibanding dengan data Susenas.
Di Kabupaten Timor Tengah Selatanmisalnya, data primer PSKK UGM menunjukkan insiden perkawinan anak mencapai 28,5 persen, sementaradata Susenas 8,93 persen; di Kabupaten Lembata, insiden perkawinan anak menurut data primermencapai 25,5 persen sedang Susenas hanya 6,72 persen; di Kabupaten Sikka, data primer menunjukkan 27,9 persen, sementara data Susenas hanya 5,38 persen.
Tingginya insiden perkawinan dini/anak yang cukup tinggi berimplikasi negatif yakni kemiskinan dan tingginya angka kematian remaja perempuan.Karena itu dia mengusulkan agar UU Perkawinan memberikan batasan usia yang lebih tinggi khususnya kepada perempuan,yakni menjadi 18 tahun.
State of World Population 2013 yang diluncurkan oleh Lembaga Dana Kependudukan PBB(UNFPA) menyebutkan, 70 ribu kematian remaja terjadi setiap tahun akibat komplikasi yang dialami semasa kehamilan, maupun persalinan. Lebih lagi, perkawinan anak juga berkolerasi erat dengan persoalan kekerasandalam rumah tangga (KDRT), tingginya angka putus sekolah, bahkan risiko tertular penyakit sepert HIV/AID,dan Obstetrict Fistula .nneni ridarineni