REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemantauan secara intensif terhadap proses pemberian izin pelepasan hutan untuk kepentingan usaha tertentu.
"Kami mencium adanya dugaan korupsi dalam pemberian izin pelepasan hutan," kata Direktur Walhi Abet Nego Tarigan di Jakarta, Sabtu (15/11).
Dia mengatakan permasalahan tata kelola hutan di Indonesia yang belum tuntas membuka ruang korupsi dalam pemberian izin.
Penataan hutan melibatkan 12 kementerian, antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Sumber Daya Alam, Kementerian Pertanian, Kementerian Pertambangan dan Bapenas.
Karena itu, kata dia KPK dan aparat penegak hukum lainnya harus mengawasinya agar izin diberikan sesuai ketentuan yang berlaku, dan tanpa korupsi.
"Beberapa hari lalu kami sudah menyampaikan hal itu kepada KPK dan 12 kementerian terkait," ujarnya.
Menurut dia, permasalahan dalam tata kelola hutan juga membuka ruang konflik antara warga dengan pengusaha, karena itu pemerintah harus segera mengatasinya.
"Dalam tata kelola hutan, masalah yang paling menonjol terkait pengukuhan hutan. Pemerintah harus segera menyesaikan permasalahan itu dengan melibatkan partisipasi masyarakat," tambahnya.
Dia mengemukakan konflik akibat status hutan yang belum jelas disebabkan kepentingan ekonomi. Potensi pelanggaran yang kerap terjadi akibat permasalahan itu antara lain penebangan pohon di hutan secara liar, penambangan dan penggunaan kawasan hutan sebagai tempat tinggal.
Selain itu, lanjutnya, pembiaran terhadap permasalahan status hutan membuka warga membangun desa di kawasan tersebut. Sekitar 30 ribu desa di Indonesia saat ini berada dalam kawasan hutan.
Lahirnya desa di kawasan hutan bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat, melainkan kesalahan pemerintah masa lalu yang tidak segera pengukuhkan hutan tersebut.
"Ini ada permasalahan serius yang harus diatasi," katanya.
Dia mengemukakan pemerintah mengklaim sudah mengukuhkan 60 persen dari sekitar 130 juta hektare. Namun Walhi mencurigai pengukuhan hutan dalam waktu relatif singkat itu tidak dilakukan sesuai prosedur karena tidak melibatkan masyarakat.
"Kalau pun itu benar, masih ada 40 persen hutan yang belum dikukuhkan. Hutan yang paling luas berada di sebagian wilayah Sumatra, Kalimantan dan Papua," katanya.