REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel resmi merdeka pada tanggal 14 Mei 1948. Akan tetapi kemerdekaan Israel tidak semerta-merta membuat masjid Al-Aqsa berpindah dari tangan Yordania ke Palestina. Pasalnya, Kementerian Wakaf Yordania masih memegang hak dalam mengontrol Masjid Al-Aqsa dan Temple Mountain. Akan tetapi, hal ini baru berakhir pada 1967, saat terjadi Perang Enam Hari.
Perang Enam Hari, atau yang juga dikenal dengan nama Perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan pihak yang melibatkan Israel dan gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, dan Suriah.
Pada saat perang berlangsung, ketiga negara Arab gabungan ini juga mendapat bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Meskipun di namakan Perang Enam Hari, sebenarnya perang hanya berlangsung selama 132 jam 30 menit, kurang dari enam hari. Hanya di front Suriah saja yang melangsungkan peperangan selama enam hari penuh.
Kementerian Wakaf Yordania memegang kendali atas Masjid Al-Aqsa hingga 1967, atau tepatnya hingga Perang Enam Hari berlangsung. Setelah Israel memenangkan peperangan, Israel tidak langsung mengambil alih kendali atas Masjid Al-Aqsa, melainkan memindahkan kendali atas Masjid Al-Aqsa di bagian Utara Bukit Suci kepada Perserikatan Wakaf Islam, yang bebas dari pemerintahan Israel.
Akan tetapi, keputusan tersebut bukan berarti Israel melepaskan diri sama sekali dari Masjid Al-Aqsa. Satuan Keamanan Israel, kala itu, diizinkan untuk melakukan patroli dan melakukan pencarian dalam lingkaran Masjid Al-Aqsa.
Setelah serangan ledakan pada 1969, perserikatan wakaf tersebut mempekerjakan arsitek, teknisi, serta pengrajin dalam sebuah komite yang menjalani operasi pemeliharaan rutin. Pergerakan Islam di Israel dan perserikatan wakaf ini telah berpengaruh atas meningkatnya kendali umat Muslim atas Temple Mount sebagai upaya untuk melawan kebijakan Israel.