REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sekilas menjadi hal mudah karena pemerintah pusat hanya tinggal mengumumkan dan memberi kompensasi. Padahal, kompensasi yang diberikan dinilai sia-sia karena tidak tepat sasaran.
Dari data yang dipublikasikan //International Center for Applied Finance and Economics// (Intercafe) IPB, Senin (17/11), 62,2 persen penerima Program Keluarga Harapan (PKH) bukan dari keluarga miskin. Sementara hanya 21,9 persen siswa miskin tingkat SD dan SMP yang menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) serta hanya 15,4 persen saja warga miskin yang menerima jatah beras miskin (raskin).
Ini tidak lepas dari penggunaan data yang tidak akurat dan data ini masih akan digunakan untuk untuk program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) oleh pemerintah saat ini.Sehingga kompensasi dalam bentuk apapun dinilai akan sia-sia.
Dari simulasi yang dibuat Intercafe, //net social gain// negatif akibat kenaikan BBM menunjukkan secara teknis pemerintah juga tidak akan memiliki dana yang cukup untuk sepenuhnya memberi kompensasi kepada rakyat.
Belum lagi skema rumit kenaikan tarif angkutan umum antara pemerintah daerah dengan pengemudi. Sebab, pemerintah daerah harus tarik ulur menentukan tarif baru setelah pemerintah pusat melempar persoalan ini ke daerah.