REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat Ramadhan Pohan menilai, kenaikan BBM ini merupakan kado pahit bagi rakyat setelah pulang lawatan ke luar negeri.
"Jokowi baru pulang dari luar negeri memberi kado pahit untuk rakyat, beliau telah kehilangan sensitifitas terhadap rakyat," katanya saat dihubungi //Republika//, Senin (17/11).
Menurutnya, Jokowi terlalu terburu-buru dalam menaikkan harga BBM. Pengambilan keputusan tersebut tidak dibarengi dengan persiapan matang dalam mengantisipasi kenaikan yang mengakibatkan dampak langsung terhadap rakyat.
Dia mengatakan, perbedaan kenaikan BBM antara zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan sekarang adalah pada antisipasi dampak terhadap rakyat miskin. Ketika zaman SBY, kata dia, berbagai program disiapkan untuk melindungi rakyat miskin yang terkena dampak langsung kenaikan BBM.
Dia mencontohkan, bantuan langsung tunai (BLT), beasiswa untuk rakyat miskin, program keluarga harapan dan yang lain telah disiapkan matang sebelum harga BBM dinaikkan.
"Sekarang apa, KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan KIP (Kartu Indonesia Pintar) saja belum jelas," ujar Wasekjen Partai Demokrat itu.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Harga premium yang semula Rp 6.500 mengalami kenaikan menjadi Rp 8.500. Sementara harga solar yang semula Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.