REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Kabinet Andi Widjajanto mengakui, pemilihan jaksa agung tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), seperti yang dilakukan pada saat menyeleksi menteri.
Andi menjelaskan, ada mekanisme penyeleksian lain yang dilakukan presiden. Menurutnya, presiden menggunakan perangkat yang ada di pemerintahan untuk memastikan rekam jejak jaksa agung.
"Kalau di lingkungan Istana, presiden, wapres, sesneg, setkab mendapat laporan tertulis dari intelijen, baik intelijen politik maupun intelijen ekonomi, untuk memastikan bahwa kami mendapatkan orang dengan rekam jejak yang bisa diandalkan," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (21/11). Menurut Andi, model penyeleksian seperti itu juga sudah diterapkan presiden pada saat memilih kepala SKK Migas.
Lalu, mengapa proses seleksi jaksa agung tak sama dengan seleksi menteri? "Karena ada komitmennya kan Kabinet Kerja melibatkan KPK dan PPATK," kata Andi.
Padahal, sebelumnya Andi pernah mengatakan bahwa proses seleksi jaksa agung dan kepala BIN akan sama dengan seleksi menteri. Nama kandidat, menurut dia, juga akan diserahkan pada KPK dan PPATK untuk ditelusuri. "Prosedur sama. Tapi memang belum disampaikan," kata dia pada Senin, (17/11).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik HM. Prasetyo sebagai jaksa agung menggantikan Basyrief Arief, Kamis (20/11). Namun, pengangkatan Prasetyo menuai kritik karena sebelumnya ia adalah kader Partai Nasdem yang juga anggota DPR RI.