REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara dideklarasikan pada hari ini, Sabtu (29/11), di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat. Dalam konferensi pers, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syuhada Bahri, menyatakan, momen kelahiran lembaga tersebut bertepatan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Syuhada, MEA hanya berfokus pada urusan materiil umat Islam, seperti perdagangan atau keuangan.
"Maka ikatan ulama ini memerhatikan sisi spiritualitas umat Islam Asia Tenggara. Sebab, spiritualitas lebih penting dijadikan pertimbangan kemajuan," kata Syuhada Bahri, Sabtu (29/11) di Depok.
Selain itu, lanjut Syuhada, setidaknya ada tiga hal yang coba dicakup oleh Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara. Pertama, lembaga ini hendak menciptakan konsolidasi umat Islam di kawasan Asia Tenggara. Ini agar persatuan umat Islam di Asia Tenggara melampaui identitas kebangsaan dalam menerapkan ajaran Islam yang moderat. Yakni, praktik beragama yang tidak radikal dan tidak ekstremis pula.
Kedua, mengenai edukasi. Kata Syuhada, lembaga ini akan menguatkan jaringan pendidikan ulama dan da’i di seluruh Asia Tenggara. Ketiga, lembaga ini akan mengupayakan advokasi dengan memanfaatkan jaringan komunikasi informal antarulama internasional. Sehingga lembaga ini hadir untuk mencegah disintegrasi negara-negara yang di dalamnya minoritas umat Islam berkonflik dengan penguasa setempat.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Hidayat Nur Wahid, mengatakan, Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara menyegarkan kembali proses historis penyebaran agama Islam di kawasan Asia Tenggara. Sebab menurut catatan sejarah, Islam masuk ke Asia Tenggara secara damai, tanpa peperangan. Demikian pula, lembaga ini diharapkan berpotensi besar sebagai penguat bagi organisasi-organisasi Islam yang sudah ada di Asia Tenggara.
"Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara bukanlah pesaing ormas yang sudah ada. Malahan, ini turut membantu memperkuat persatuan umat," ungkap Hidayat Nur Wahid, Sabtu (29/11) di Depok.
Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara ini memang sebuah organisasi non-politik. Padahal, untuk mengoptimalkan fungsi advokasinya, diperlukan kekuatan politik agar bisa turut memengaruhi pembuatan kebijakan di tiap negara tempat umat Islam berada. Termasuk pula di kawasan Timur Tengah yang bergejolak. Akan tetapi, bagi Hidayat, pemilahan politik dan non-politik sejatinya tidak diperlukan.
"Sebab, bila sudah membicarakan umat Islam, tidak ada dualisme politikus atau bukan. Semuanya sama-sama memperjuangkan kepentingan umat," kata Hidayat.
Ketua Umum Wahdah Islamiyah Indonesia, Muh Zaitun Rasmin, menyatakan, hingga kini susunan kepengurusan Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara belum ditentukan. Namun, Zaitun Rasmin menyebutkan, lembaga ini rencananya akan berpusat di Jakarta, Indonesia. Sebab, ASEAN pun mengambil lokasi pusatnya di sana.
"Selengkapnya, nanti setelah rangkaian muktamar ini selesai (Ahad, 30/11)," ungkap Zaitun, Sabtu (29/11) di Depok.