REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pengamat ekonomi makro, Iman Sugema menilai pemerintah Jokowi-JK terlalu tergesa-gesa dalam menjalankan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Sehingga banyak warga miskin yang justru tak bisa menikmati bantuan tersebut.
Ia menjelaskan, pemerintah Jokowi seharusnya tidak menggunakan acuan database Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Menurutnya pemerintah seharusnya melakukan pembaharuan data terlebih dahulu dengan melakukan sensus terhadap 26 juta Rumah Tangga (40 persen) yang termasuk kategori berpendapatan terbawah.
"Database PPLS 2011 belum pernah di perbaharui. Selang waktu tiga tahun pasti banyak perubahan seperti meninggal dunia, bermigrasi, memiliki keluarga baru, naik status sosialnya, ataupun ada yang turun peringkat status sosialnya," ujar Iman saat dimintai konfirmasi, Ahad (30/11)
Kelemahan yang paling substansial menurut Iman terkait pemakaian data PPLS 2011 adalah tidak akuratnya model yang digunakan. Itu terlihat ketika pria lulusan Institut Pertanian Bogor itu menganalisis dan mengestimasi bentuk model kemudian mengujinya, maka keakuratan model tersebut hanya mencapai 46 persen saja.
"Jika diujikan di lapangan, maka dari 100 warga berpenghasilan terendah, hanya 46 saja yang mendapatkan program bantuan PSKS dari pemerintah," katanya.
Pembaharuan databesi ini, menurutnya harus secepatnya dilakukan oleh pemerintah mulai awal tahun depan. Sebab, proses untuk memperbaharui data akan memakan waktu hingga enam bulan.
Selain itu, pembaharuan data juga akan menelan biaya yang cukup besar, yakni sekitar satu triliun rupiah. Untuk itu, Iman menyarankan kepada pemerintahan yang baru untuk mengalokasikan anggaran untuk pembaharuan database dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015.
"Pembaharuan database harus dilakukan enam bulan sekali atau minimal setahun sekali. Jika itu terlaksana, maka program bantuan yang diberkan pemerintah pasti akan tepat sasaran," jelasnya.