REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Muhammad Fauzan mengingatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) agar tidak mencampuri konflik internal Partai Golongan Karya (Golkar).
"Sekarang kembali kepada aturan normatif saja, yakni Undang-Undang Partai Politik. Kalau ada persoalan atau konflik di internal partai politik itu harus diselesaikan oleh mahkamah partai politik atau apapun namanya," katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (4/12).
Menurut dia, putusan mahkamah parpol itu yang akan menjadi dasar jika permasalahan tersebut dibawa ke pengadilan tata usaha negara apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju.
Terkait sikap yang harus dilakukan Menkumham jika konflik internal Partai Golkar berujung pada dualisme kepemimpinan, dia mengatakan bahwa hal itu sebenarnya sederhana saja jika Menkumham tidak mempunyai interes atau kepentingan politik.
"Yang bisa kita rasakan seperti itu, aroma kepentingan politik itu memang ada. Tapi saya bicaranya dalam perspektif hukum tata negara," kata guru besar Fakultas Hukum Unsoed itu.
Dia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Yasonna Laoly selang satu hari setelah dilantik sebagai Menkumham menunjukkan adanya kepentingan politik.
Dalam hal ini, kata dia, Menkumham mengeluarkan surat keputusan terkait pengesahan perubahan susunan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan dengan menyebutkan hanya ada satu DPP PPP, yaitu kepengurusan yang dipimpin oleh Ketua Umum DPP PPP Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik.
"Itu (kepentingan politik) kelihatan sekali," tegasnya.