Ahad 07 Dec 2014 16:58 WIB
Munas Golkar Tandingan

Timbul Munas Tandingan, Golkar Gagal Demokrasi?

Rep: C13/ Red: Winda Destiana Putri
Munas Golkar tandingan di Jakarta, Sabtu (6/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Munas Golkar tandingan di Jakarta, Sabtu (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik senior Arbi Sanit menyatakan penyebab hadirnya Munas Tandingan karena Golkar telah gagal dalam demokrasi. Menurutnya, konflik dan kondisi yang terjadi di kubu internal Golkar karena nilai demokrasi telah hilang.

"Munas tandingan jelas merupakan konsekuensi hilangnya demokrasi Golkar terutama saat Munas di Bali," ujar Arbi saat dihubungi Republika Online, Ahad (7/12).

Selain itu, penyebab lainnya karena jiwa kepemimpinan sudah meluntur di kubu Partai beringin tersebut.

Arbi menjelaskan ada dua hal yang menyebabkan hilangnya demokrasi di partai Golkar terutama di Munas Bali. Pertama, karena adanya sentralisasi kekuasaan.

Dalam hal ini, ketua partai menjadi penentu dalam hal apapun. Sehingga, tambahnya, segala hal yang diajukan ketua partai harus disetujui oleh anggota parpol.

"Itu artinya, anggota parpol tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan pendapatnya," jelas Arbi. Situasi ini, tegas Arbi, sudah pasti menjadi tanda menghilangnya nilai demokrasi di Golkar.

Arbi mengungkapkan, pihak peyelenggara Munas Bali Golkar menjadi penyebab lain dari hilangnya demokrasi di Golkar. Menurutnya, penyelenggara Munas Golkar di Bali tersebut sangat licik dan lihai. Penyelenggara tersebut terlihat jelas telah menyalahgunakan kekuasaan.

"Yang pasti, operator lapangan menjadi penyebab hilangnya demokrasi di Munas Golkar yang di Bali itu," jelas Arbi. Dengan menyepakati keputusan sebelum Munas, ujar Arbi, orang tersebut jelas menjadi penyebab lumpuhnya demokrasi. Apalagi, tambahnya, anggota DPD tersebut diancam apabila tidak mengikutinya.

Menurutnya, tindakan-tindakan tersebut sudah mengindikasikan nilai demokrasi yang hilang di Golkar. Ini semakin jelas, ujar Arbi, setelah Ical diaklamasi menjadi ketua umum.

"Dia bukan dipilih, tapi diaklamasi," tegasnya.

Arbi mengatakan, sikap ini sudah termasuk ke dalam tindakan yang otoriter. Bahkan, Arbi menganggap kondisi ini begitu mirip dengan kondisi pemerintahan di orde baru dahulu. Menurutnya, kondisi Golkar jelas termasuk ke dalam tindakan yang tidak mengandung keadilan, keterbukaan dan persaingan yang sehat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement